Selasa, 23 November 2010

Wali Sembilan

Erti Wali Songo


Masjid Agung Demak, diyakini sebagai salah satu tempat berkumpulnya para wali yang paling awal.
Ada beberapa pendapat mengenai erti Wali Songo. Pertama adalah wali yang sembilan, yang menandakan jumlah wali yang ada sembilan, atau songo dalam bahasa Jawa. Pendapat lain menyebutkan bahawa kata songo/sanga berasal dari kata tsana yang dalam bahasa Arab berarti mulia. Pendapat lainnya lagi menyebut kata tsana berasal dari bahasa Jawa, yang bererti tempat.

Pendapat lain yang mengatakan bahawa Wali Songo ini adalah sebuah Majlis Dakwah yang pertama kali di dirikan oleh Maulana Malik Ibrahim (Sunan Gresik) pada tahun 1404 M/808 H. Saat itu Majlis Dakwah Wali songo beranggotakan Maulana Malik Ibrahim (Sunan Gresik); Maulana Ishaq (Sunan Wali Lanang); Maulana Ahmad Jumadil Kubro (Sunan Kubrawi,); Maulana Muhammad Al-Maghrabi Sunan Maghribi); Maulana Malik Isra'il (Raja Champa Pertama; Maulana Muhammad Ali Akbar; Maulana Hasanuddin;Maulana 'Aliyuddin dan Syekh Subakir.

Para Wali Songo adalah intelektual yang menjadi pembaharu masyarakat pada masanya. Pengaruh mereka diasaskan dalam beragam bentuk manifestasi peradaban baru masyarakat Jawa, mulai dari kesehatan, bercocok-tanam, perniagaan, kebudayaan, kesenian, kemasyarakatan, hingga ke pemerintahan.

Nama-nama Wali Songo Menurut Peringkat Waktunya(Zaman)

Menurut Catatan dari Al-Habib Hadi bin Abdullah Al-Haddar dan As-Sayyid Bahruddin Ba'alawi Al-Husaini, disebutkan bahwa:

Wali Songo Angkatan Ke-1, tahun 1404 – 1435 M. Terdiri dari:

1. Maulana Malik Ibrahim, [wafat 1419 M]
2. Maulana Ishaq,
3. Maulana Ahmad Jumadil Kubro,
4. Maulana Muhammad Al-Maghrabi,
5. Maulana Malik Isra'il,[wafat 1435 M]
6. Maulana Muhammad Ali Akbar,[wafat 1435 M]
7. Maulana Hasanuddin,
8. Maulana 'Aliyuddin,
9. Syekh Subakir, atau Syaikh Muhammad Al-Baqir

Wali Songo Angkatan ke-2, tahun 1435 - 1463 M, terdiri dari

1. Sunan Ampel, [tahun 1419 menggantikan Maulana Malik Ibrahim]
2. Maulana Ishaq, [wafat 1463]
3. Maulana Ahmad Jumadil Kubro,
4. Maulana Muhammad Al-Maghrabi,
5. Sunan Kudus, [tahun 1435 menggantikan Maulana Malik Isra’il]
6. Sunan Gunung Jati, [tahun 1435 menggantikan Maulana Muhammad Ali Akbar]
7. Maulana Hasanuddin, [wafat 1462 M]
8. Maulana 'Aliyuddin, [wafat 1462 M]
9. Syekh Subakir, [wafat 1463 M]

Wali Songo Angkatan ke-3, 1463 - 1466 M, terdiri dari

1. Sunan Ampel,
2. Sunan Giri, [tahun 1463 menggantikan Maulana Ishaq]
3. Maulana Ahmad Jumadil Kubro, [w.1465 M]
4. Maulana Muhammad Al-Maghrabi, [w.1465 M]
5. Sunan Kudus, 6. Sunan Gunung Jati,
7. Sunan Bonang, [tahun 1462 menggantikan Maulana Hasanuddin]
8. Sunan Derajat, [tahun 1462 menggantikan Maulana ‘Aliyyuddin]
9. Sunan Kalijaga, [tahun 1463 menggantikan Syaikh Subakir]

Wali Songo Angkatan ke-4, 1466 - 1513 M, terdiri dari

1. Sunan Ampel, [w.1481]
2. Sunan Giri, [w.1505]
3. Raden Fattah, [pada tahun 1465 mengganti Maulana Ahmad Jumadil Kubra]
4. Fathullah Khan [Falatehan], [pada tahun 1465 mengganti Maulana Muhammad Al-Maghrabi]
5. Sunan Kudus,
6. Sunan Gunung Jati,
7. Sunan Bonang,
8. Sunan Derajat,
9. Sunan Kalijaga, [wafat tahun 1513]

Wali Songo Angkatan ke-5, [1513 - 1533 M], terdiri dari

1. Syaikh Siti Jenar, wafat tahun 1517] [tahun 1481 Menggantikan Sunan Ampel]
2. Raden Faqih Sunan Ampel II [ Tahun 1505 menggantikan kakak iparnya, yaitu Sunan Giri]
3. Raden Fattah, [wafat tahun 1518]
4. Fathullah Khan [Falatehan],
5. Sunan Kudus, [wafat 1550]
6. Sunan Gunung Jati,
7. Sunan Bonang, [w.1525 M]
8. Sunan Derajat, [w. 1533 M]
9. Sunan Muria, [tahun 1513 menggantikan ayahnya yaitu Sunan Kalijaga]

Wali Songo Angkatan ke-6, [1533 - 1546 M], terdiri dari:

1. Syaikh Abdul Qahhar [Sunan Sedayu], [Tahun 1517 menggantikan ayahnya, yaitu Syaikh Siti Jenar]
2. Raden Zainal Abidin Sunan Demak [Tahun 1540 menggantikan kakaknya, yaitu Raden Faqih Sunan Ampel II)
3. Sultan Trenggana [tahun 1518 menggantikan ayahnya yaitu Raden Fattah]
4. Fathullah Khan [Falatehan], [wafat tahun 1573]
5. Sayyid Amir Hasan, [tahun 1550 menggantikan ayahnya, yaitu Sunan Kudus]
6. Sunan Gunung Jati, [w.1569]
7. Raden Husamuddin Sunan Lamongan, [Tahun 1525 menggantikan kakaknya, yaitu Sunan Bonang]
8. Sunan Pakuan, [Tahun 1533 menggantikan ayahnya, yaitu Sunan Derajat]
9. Sunan Muria, [w. 1551]

Wali Songo Angkatan ke-7, 1546- 1591 M, terdiri dari

1. Syaikh Abdul Qahhar [Sunan Sedayu], [wafat 1599]
2. Sunan Prapen, [tahun 1570 menggantikan Raden Zainal Abidin Sunan Demak]
3. Sunan Prawoto, [ tahun 1546 Menggantikan ayahnya Sultan Trenggana]
4. Maulana Yusuf, [pada tahun 1573 menggantikan pamannya yaitu Fathullah Khan [Falatehan], Maulana Yusuf adalah cucu Sunan Gunung Jati]
5. Sayyid Amir Hasan,
6. Maulana Hasanuddin, [pada tahun 1569 menggantikan ayahnya, yaitu Sunan Gunung Jati]
7. Sunan Mojoagung [tahun 1570 Menggantikan Sunan Lamongan]
8. Sunan Cendana, [tahun 1570 menggantikan kakeknya, yaitu Sunan Pakuan]
9. Sayyid Shaleh [Panembahan Pekaos], [tahun 1551 menggantikan kakek dari ibunya, yaitu Sunan Muria. Sedangkan Sayyid Shaleh adalah Shaleh bin Amir Hasan bin Sunan Kudus]

Wali Songo Angkatan ke-8, 1592- 1650 M, terdiri dari

1. Syaikh Abdul Qadir [Sunan Magelang], asal Magelang, [wafat 1599], menggantikan Sunan Sedayu
2. Baba Daud Ar-Rumi Al-Jawi, [1650 menggantikan Gurunya yaitu Sunan Prapen]
3. Sultan Hadiwijaya [Joko Tingkir], [tahun 1549 Menggantikan Sultan Prawoto]
4. Maulana Yusuf, asal Cirebon
5. Sayyid Amir Hasan, asal Kudus
6. Maulana Hasanuddin, asal Cirebon
7. Syaikh Syamsuddin Abdullah Al-Sumatrani, [tahun 1650 Menggantikan Sunan Mojo Agung]
8. Syaikh Abdul Ghafur bin Abbas Al-Manduri, [tahun 1650 menggantikan Sunan Cendana] 9. Sayyid Shaleh [Panembahan Pekaos],

Wali Songo Angkatan ke 9, 1650 – 1750M, terdiri dari:

1. Syaikh Abdul Muhyi Pamijahan [tahun 1750 menggantikan Sunan Magelang]
2. Syaikh Shihabuddin Al-Jawi [tahun 1749 menggantikan Baba Daud Ar-Rumi]
3. Sayyid Yusuf Anggawi [Raden Pratanu Madura], Sumenep Madura [Menggantikan, yaitu Sultan Hadiwijaya / Joko Tingkir]
4. Syaikh Haji Abdur Rauf Al-Bantani, [tahun 1750 Menggantikan Maulana Yusuf, asal Cirebon ]
5. Syaikh Nawawi Al-Bantani. [1740 menggantikan Gurunya, yaitu Sayyid Amir Hasan bin Sunan Kudus]
6. Sultan Abulmufahir Muhammad Abdul Kadir [ tahun 1750 menggantikan buyutnya yaitu Maulana Hasanuddin]
7. Sultan Abulmu'ali Ahmad [Tahun 1750 menggantikan Syaikh Syamsuddin Abdullah Al-Sumatrani]
8. Syaikh Abdul Ghafur bin Abbas Al-Manduri
9. Sayyid Ahmad Baidhawi Azmatkhan [tahun 1750 menggantikan ayahnya, Sayyid Shalih Panembahan Pekaos]

Wali Songo Angkatan ke-10, 1751 – 1897M,
terdiri dari


1. Pangeran Diponegoro [ menggantikan gurunya, yaitu: Syaikh Abdul Muhyi Pamijahan] 2. Sentot Ali Basyah Prawirodirjo, [menggantikan Syaikh Shihabuddin Al-Jawi]
3. Kyai Mojo, [Menggantikan Sayyid Yusuf Anggawi [Raden Pratanu Madura]
4. Kyai Kasan Besari, [Menggantikan Syaikh Haji Abdur Rauf Al-Bantani]
5. Syaikh Nawawi Al-Bantani. …
6. Sultan Ageng Tirtayasa Abdul Fattah, [menggantikan kakeknya, yaitu Sultan Abulmufahir Muhammad Abdul Kadir]
7. Pangeran Sadeli, [Menggantikan kakeknya yaitu: Sultan Abulmu'ali Ahmad]
8. Sayyid Abdul Wahid Azmatkhan, Sumenep, Madura [Menggantikan Syaikh Abdul Ghafur bin Abbas Al-Manduri]
9. Sayyid Abdur Rahman (Bhujuk Lek-palek), Bangkalan, Madura, [Menggantikan kakeknya, yaitu: Sayyid Ahmad Baidhawi Azmatkhan]

Tahun 1830 – 1900 [Majelis Dakwah Wali Songo dibekukan oleh Kolonial Belanda, dan banyak para ulama’ keturunan Wali Songo yang dipenjara dan dibunuh]

Dari nama para Wali Songo tersebut, pada umumnya terdapat sembilan nama yang dikenal sebagai anggota Walisongo yang paling terkenal, yaitu:

• Sunan Gresik atau Maulana Malik Ibrahim
• Sunan Ampel atau Raden Rahmat
• Sunan Bonang atau Raden Makhdum Ibrahim
• Sunan Drajat atau Raden Qasim
• Sunan Kudus atau Ja'far Shadiq
• Sunan Giri atau Raden Paku atau Ainul Yaqin
• Sunan Kalijaga atau Raden Said
• Sunan Muria atau Raden Umar Said
• Sunan Gunung Jati atau Syarif Hidayatullah

Para Wali songo tidak hidup pada saat yang bersamaan zaman. Namun satu sama lain mempunyai kaitan erat, baik dalam ikatan darah juga karena pernikahan atau dalam hubungan Mursyid-Murid.

Isnin, 2 Ogos 2010

Lailatul Qadr

apakah benar lailatul qadr hanya ada di bulan ramadhan?


Contoh kiraan huruf jumal :


Pengenalan Ilmu Huruf :



Ahad, 1 Ogos 2010

Renungan & Nasihat

Dr. Mark Hamer dari University College London mengatakan penelitian sebelumnya menunjukkan perokok berisiko tinggi terkena gangguan mental, khususnya kemurungan..“Masalahnya, penelitian semacam ini tidak mudah ditafsirkan karena jelas orang yang sudah terkena gangguan mental menggunakan rokok untuk mengubati dirinya,”katanya...

bahaya rokokDalam pengkajian ini, Dr. Hamer dan rakan-rakannya menggabungkan peringkat penghirupan asap tembakau dengan berbagai wawancara yang terfokus pada isu kesihatan jiwa. Mereka mendapati bahawa orang yang tidak merokok akan tetapi secara rutinnya terkena asap tembakau adalah berisiko lebih besar yang akan mengalami gangguan kejiwaan, dan gangguan kesihatan mental akan meningkat seiring dengan meningkatnya frekuensi menghirup asap tembakau..“Kami mneemukan bahawa perokok tegar berisiko tinggi terkena kemurungan dan kegelisahan,” jelas  Dr. Hamer.

Dr. Hamer menambah bahawasanya mereka juga mendapati orang yang menghirup asap rokok orang lain lebih besar kemungkinannya memasukki hospital mental akibat penyakit kejiwaan berbeza dari mereka yang tidak menghirup asap rokok.
  
Untuk menyimpulkan secara tepat tentang bahaya asap rokok yang dihirup, para pengkaji telah membuat analisa yang menimbulkan tanda tanya dimanakah punca sebenar kebiasaan seseorang terhidu asap rokok? Apa pun yang menghairankan adalah jawabannya bukan sahaja berpunca tempat kerja, restoran, atau club malam sahaja, akan tetapi jawapannya adalah berpunca dari rumah juga..

Kajian Tersirat..

Ramai yang tidak mengetahui bahawa setiap punting rokok yang dihisap telah disemburkan dengan sejenis arak yang boleh membuatkan seseorang penghisap rokok untuk mengulangi semula perbuatan tersebut(gian).. Tujuan digunakan arak tersebut untuk menarik ramai penghisap rokok sebagai tanda keuntungan israil di dalam menjayakan misi mereka untuk menghancurkan islam di negara -negara islam dan juga menjatuhkan pemuda2-pemuda islam sedikit demi sedikit.. renungkanlah dah berhati-hatilah dengan semua permainan yahudi laa'natullah..Semoga kita tergolong di dalam golongan yang dijauhkan dari golongan yang telah di sebutkan ini...

Jumaat, 30 Julai 2010

Hantu & Jin Boleh Di Kaji Dengan Ilmu Fizik !!


وما خلقت الجن والانس الا ليعبدون
''Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku''.. At-Thur : 56


Siapa menyangka.. filem Drakula yang ada adegan terbakar apabila terkena sinaran matahari, dan filem Ghostbuster yang diselitkan adegan penangkapan dan penembakkan hantu menggunakan peralatan elektronik. ternyata semuanya itu adalah berfakta.

Malah, beberapa kepercayaan yang dianggap khurafat dalam masyarakat kita seperti meletakkan gunting besi disamping mayat atau menggantung cermin di depan pintu sebenarnya boleh dibuktikan secara sains untuk menghindari gangguan hantu atau jin.

Penyelidik yang juga Dekan Fakulti Sains Warna Universal, Universiti Perubatan Antarbangsa Sri Langka; Prof Dr Sir Norhisham Wahab, mengatakan bahawa hantu dan jin tidak memiliki unsur jasad menyebakan mereka tidak dapat dilihat, tetapi kewujudan mereka dapat dibuktikan dengan ilmu sains fizik quantum dan boleh di adaptasi dengan teknologi gelombang.

“Hantu dan jin wujud secara tidak nyata kerana tidak terikat kepada jisim, graviti bumi serta bebas daripada ikatan karbon, molekul dan atom. Berbeza dengan manusia yang terbentuk daripada partikel atom atau unsur yang menyusun semua benda.

“Hantu dan jin bagaimanapun termasuk dalam ghaib nisbi dan boleh diukur dengan menggunakan gelombang bunyi dan gema,” kata Prof Dr Sir Norhisham Wahab yang mendalami kajian dalam bidang ini selama sembilan tahun. Katanya, apabila kajian dilakukan, timbul persoalan bagaimana unsur hantu dan jin dari sudut fisik? usaha terpenting iaitu membantu manusia menghindari gangguan jin dan hantu dapat dilakukan dengan kaedah penghasilan penawar dan pemulihan menggunakan teknologi.

Dr Norhisham berkata, jin dan hantu terdiri daripada unsur gelombang, mereka dapat menguasai ruang dan waktu didalam tubuh manusia yang mampu memberi atau menyebabkan kesan negatif terhadap kesihatan hingga ke tahap mental.

Beliau berkata, untuk merawat gangguan jin dan hantu, kaedah pemulihannya adalah dengan mengambil kembali ruang dan waktu pada tubuh atau organ manusia yang diresap jin atau hantu.

Usaha memancarkan gelombang untuk merawat gangguan makhluk halus juga sebenarnya tidaklah sesukar seperti yang kita bayangkan, tidak perlu peralatan yang menyerupai senjata, mesin yang besar, sebaliknya gelombang bisa ditangkap dalam medium seperti air dan unsur yang sesuai.

“Kami menciptakan alat radionik iaitu teknologi yg merakam 99 frekuensi gelombang berdasarkan 99 getaran tenaga atom di dalam sukros dan pesakit hanya perlu memakan pil itu secara berterusan untuk memancarkan gelombang ke dalam tubuh,” katanya.

Sesuatu yang menarik adalah teori drakula akan terbakar jika terkena cahaya matahari adalah benar. Hantu memiliki gelombang tidak seimbang, dan cahaya matahari berfungsi menyeimbangkan gelombang alam. Apabila gelombang tidak seimbang terkena cahaya matahari, ia akan musnah karena gelombangnya menjadi seimbang dan hantu itu akan terbakar.

“Besi mampu memerangkap gelombang buruk atau negatif dan hantu tidak menyukai medan elektrik, jadi konsep hantu ditembak dengan alat elektrik untuk mencederakan dan disimpan di dalam kotak besi seperti filem Ghostbuster adalah benar.

“Begitu juga dengan amalan meletakkan gunting besi di tepi mayat kerana besi mampu menangkap atau menarik muatan elektrik positif pada seseorang apabila seseorang itu meninggal dunia.

“Cermin mampu menyerap cahaya termasuk gelombang elektromagnetik yang memiliki kesan radiasi yang boleh mengganggu gelombang hantu dan jin. Perkara-perkara seperti ini bukan khurafat tetapi kita perlu memahami konsepnya,” katanya..(Dr Norhisham).

Suatu fakta ironis yang mengatakan adalah kebanyakan manusia takut akan hantu walaupun pada hakikatnya, hantu juga takut berhadapan dengan manusia karena penglihatan manusia memiliki foton cahaya yang cenderung mengeluarkan atau memancarkan elektron untuk membentuk ion positif.

“Hantu dan Jin juga terbentuk dari ion positif dan apabila ion positif bertemu dengan ion positif dalam kesatuan tenaga elektrik, ia mampu mencederakan atau menghindarkan mereka,” ujarnya lagi.

Renungan..

Walaupun ini adalah kajian fizik semata2 akan tetapi boleh kita ambil faedah dengan semua kajian ini berdasarkan iman kita.. Hanya Allah Pemutus Segalanya dan Allah jugalah yang Maha Berkuasa lagi Maha Mengetahui..والله أعلم بالصواب

Kemusnahan Israel

bismillah


Dan Telah Kami tetapkan terhadap Bani Israil dalam Kitab KU: "Sesungguhnya kamu akan membuat kerusakan di muka bumi ini dua kali dan pasti kamu akan menyombongkan diri dengan kesombongan yang besar". ( Al-Isra : 4).


Meramal Kehancuran Israel


AYAT INI terkandung di dalam surah Al-Isra, yang jumlahnya adalah 111 ayat, yang juga diturunkan di Makkah. Dinamakan surah Al-Isra' karena pada ayat pertamanya mengisahkan tentang perjalanan Isra-Mi'raj nabi Muhammad saw yang belum pernah dilakukan oleh nabi-nabi sebelumnya, bahkan oleh makhluk Allah yang mana pun setelah itu.

Topik utama surah al-Isra tak terlepas dari masalah akidah seperti ghalibnya surah-surah 'Makiyah' lain. Surah ini juga mengisahkan beberapa hal penting yang berkisar syariat ibadah, keluhuran akhlak, etika, nilai-nilai spiritual, isyarat penting dan beberapa catatan sejarah. Di kesempatan ini Penulis berfokus pada masalah ayat keempat yang meramalkan kehancuran bangsa Bani Israil di muka bumi ini.

Pendapat ahli tafsir

1. Al-Maraghi menulis: yang dimaksud dengan membuat 'kerusakan dua kali' ialah pertama menentang hukum Taurat, membunuh nabi Yusya' dan memenjarakan Armia. Kedua yaitu membunuh nabi Zakaria dan bermaksud untuk membunuh nabi Isa a.s. Akibat perbuatan tersebut, Jerusalem dihancurkan.

2. Dalam "Fi Zhilal al-Quran", syeikh Sayyid Quthb menjelaskan ayat tersebut: "ketetapan (yang di maksud) ialah penghabaran dari Allah mengenai sesuatu yang akan terjadi pada mereka dari sudut pandang Allah Yang Maha tahu akan kesombongan mereka. Bukan ketetapan (pemaksaan) yang timbul dari perbuatan mereka sebab Allah swt tak mungkin memberi ketetapan untuk menghancurkan seseorang dengan membinasakannya (Innallaaha laa ya'muru bil fahsyaa.... [sesungguhnya Allah tidak memerintahkan keburukan]). Allah Maha tahu apa yang akan terjadi 'dari sesuatu yang ada', sebab ilmu-Nya meliputi segala sesuatu, dan 'akan adanya sesuatu' yang bakal terjadi. Kalau dikaitkan pada pengetahuan manusia, tentu sesuatu itu belum terjadi dan tidak menyingkapkan tabir sesuatu pun. Allah swt memutuskan kepada Bani Israil melalui kitab yang diturunkan kepada nabi Musa as bahawa: mereka akan dihancurkan DUA KALI selama mereka di muka bumi ini. Mereka akan menggunakan kesombongannya serta menguasai tanah suci. Ketika mereka sedang leka memusnahkan bumi ini, Allah mengutuskan salah seorang hamba pilihan-Nya untuk menyucikan kehormatan mereka dengan menghancurkan mereka sehancur-hancurnya!

3. Penulis buku Shofwat al-Bayan li Ma'ani al-Quran mengatakan: Dan Telah Kami tetapkan terhadap Bani Israil artinya Kami wahyukan kepada Bani Israil dalam arti Kami ajari dan Kami mengkhabarkan di dalam Taurat tentang dua kali kerusakan yang akan terjadi pada mereka, tempatnya di negeri Syam. Menurut mufassir ini, kerusakan yang dimaksudkan adalah di dalam dua keadaan: Pertama, merubah Taurat dan tidak mau mengamalkannya, menahan dan melukai Armia ketika mengabarkan tentang nabi Muhammad SAW. Kedua membunuh nabi Zakariya as dan Yahya as.

Bebebapa Indikasi Nubuwwat dalam Al-Quran:

Wa Qadhaina
- Dan Telah Kami tetapkan

Qadha dalam bahasa Arab artinya menghukum, memerintahkan atau memberitahu tentang sesuatu ketetapan dan memutuskannya. Maksudnya ialah memutuskan sesuatu baik secara perkataan mahupun dengan perbuatan. Kadang kala qadha juga bermakna mencipta, memperkirakan, berekreasi dan menyelesaikan segala urusan. Qadha lebih khusus daripada qadar karena qadha adalah keputusan dari taqdir. Dengan kata lain qadar ialah takdir sedangkan qadha ialah memutuskan dan memastikan apa yang sudah ditakdirkan, sedangkan qadar ialah sesuatu yang belum qadha (diputuskan) maka masih boleh diharapkan lagi pembelaan dari Allah. Namun apabila sudah qadha (diputuskan) tidak akan ada lagi pembelaan dan cara menghindarinya.

Kata kerja qadhaina pada ayat di atas bermakna ikhbar (informasi), bukan ijbar (memaksa). Ini berkaitan dengan ilmu Allah swt, suatu ilmu yang syumuli (maha luas) dan meliputi segala-segalanya, baik yang lalu, masa kini, mahupun masa yang akan datang. Semua itu milik-Nya, dan karenanya segala bentuk waktu tadi di mata Allah selalu "sedang terjadi" sebab sang waktu adalah ciptaan-Nya sendiri. Sang Khaliq meliputi semua makhluk-Nya. Sedangkan semua ciptaan-Nya, termasuk manusia yang lemah tiada berdaya, tak akan mampu memberi batasan sang Khaliq. Masa depan dalam sudut pandang (ilmu) manusia ialah sesuatu yang belum pernah terjadi, sedangkan menurut ilmu Allah ia "ada" dan memang "nyata". Karena ia ada dan nyata, maka tidak hairanlah jika Allah mengetahui pasti bahawa Bani Israil akan binasa di muka bumi... bahkan dua kali! Mereka mengimplementasikan segala kesombongannya itu pada bangsa-bangsa lain di muka bumi ini, wabilkhusus "tanah suci" Palestin. Ketika mereka sudah benar-benar mencapai puncak keserakahan, Allah swt akan "mengutus" seorang hamba pilihan-Nya yang akan menaklukkan, menghancurkan dan menghinakan mereka selamanya.

..."Kepada Bani Israil"

Israil adalah Ya'qub bin Ishaq bin Ibrahim. Tiga rentetan nama ini semuanya nabi-nabi Allah yang diutus ke muka bumi. Arti nama Israil ialah 'hamba Allah', namun tidak diketahui pasti sejarahnya selain fakta yang menunjukkan bahawa ia dilahirkan di masa datuknya yang masih hidup, iaitu Ibrahim alaihissalam. Beliau (Israil alias nabi Ya'qub) meninggal dunia di Mesir di samping anaknya yaitu Yusuf as. Beliau disebut Abul Asbath 'Bapak Sabath', dan dari sinilah kemudian anak-cucunya disebut Banu atau Bani Israil. Israil, nama lain dari Ya'qub, menetap di negara Mesir selama 24 tahun. Sebelum meninggal, ia sempat berwasiat kepada anaknya, Yusuf as, agar ia dikebumikan di samping ayahnya, Ishaq as. Yusuf memenuhi amanat tersebut: beberapa saat setelah Ya'qub wafat, ia langsung mengangkat orang tuanya di dalam peti ke tanah Palestin, di samping pusara datuknya.

Beberapa kalangan pengkaji menyebut bahawa Yahudi sekarang ini merupakan keturunan nabi Ya'qub. Padahal Yahudi sama seperti agama-agama sebelumnya terdiri dari para pemeluk agama yang berasal dari ras, suku, etnis, budaya dan bangsa-bangsa lain yang ada di bumi ini. Ada pula yang mengastakan kemurniaan darah Yahudi dari percampuran darah lain. Tuduhan-tuduhan tersebut dapat disangkal dengan mudah oleh ilmu genetika. Kehadiran keturunan-keturunan Yahudi dari berbagai suku, bangsa dan ras pada saat ini adalah bukti tentang keragaman asal-usul Yahudi yang berperingkat.

Terbukti bahawa Yahudi Khazar (Yahudi Rusia dan Eropa Timur) sudah mencapai 92% Yahudi dunia. Khazar ialah bangsa di zaman kuno yang akar sejarahnya dimulai dari Turki, Mongol, dan Tatar yang hidup di wilayah antara lembah Folga dan lembah Danob, laut hitam dan laut Qazwin, dan tiada kaitannya dengan bangsa Arab ataupun asal-usul percampuran. Bangsa ini hidup di dua abad, iaitu abad ke-2 dan abad ke-10 Masihi di kerajaan pagan sekitar laut Qazwin yang dikenal dengan nama kerajaan Khazar. Jalannya pemecah Eropa Timur adalah melalui rangkaian perang yang telah berlangsung berabad-abad.

Pada pertengahan abad 8 Masihi (tepat pada tahun 740 Masihi) para pendeta Yahudi datang ke kerajaan Khazar menawarkan sesuatu. Mereka meminta kepada raja Khazar yang dikala itu bernama raja Bulan untuk menerima Yahudi sebagai agamanya. Tak lama kemudiannya Bulan masuk agama Yahudi. Seiring dengan masuknya sang raja ke dalam agama Yahudi, kerajaan itu memaksa seluruh penduduknya untuk beragama Yahudi pula. Sejak saat itu agama Yahudi adalah rasmi sebagai agama kerajaan.

Di abad-10 Masihi pemerintahan Rusia tetap bertahan dari inovasi kerajaan Khazar yang terus memguasai negara itu. Namun sebagian besar penduduknya berhijrah ke negara-negara Eropah Timur. Sebahagian diantaranya berpindah ke Eropah Barat, Amerika dan Amerika Latin. Memang masih ada yang bertahan di sana, namun mereka hanyalah representasi Yahudi imperium kaisar Rusia. Mereka inilah yang kemudian disebut dengan nama Eskanazim (Saknag) alias "Yahudi Eropa Timur".

Sedangkan Yahudi non-Khazar kurang dari 8% dari populasi Yahudi dunia saat ini. Mereka adalah Yahudi Asia-Afrika dan negara-negara Andalusia yang dikenal dengan sebutan Esaradim (Sparadim). Ini bukti lain dari sanggahan terhadap satu jenis bahawa Yahudi terhindar dari percampuran darah dengan kasta-kasta lain di luar darah aslinya. Juga bukti yang memperkuatkan kegagalan suatu teori bahawa Yahudi berkait langsung dengan nabi yang mulia, Ya'qub alaihissalam. Satu tuduhan yang tentu saja ditentang oleh ilmu agama, terlebih lagi ilmu sejarah.

Di sini kitab suci hanya menyebut satu komuniti yang memiliki tingkatan keegoan tinggi yang dengan lancang sering menyatakan keyakinan yang salah bahawasanya hanya merekalah bangsa yang terpilih, anak-anak dan kekasih-Nya sedangkan makhluk-makhluk di luar komunitinya laksana binatang berkepala manusia sehingga mereka layak menjadi pelayan mereka. Tuhan, kata mereka, adalah Tuhannya Israel dan bangsa Israel saja. Sedangkan di luar mereka, tidak memiliki Tuhan sama sekali. Dengan alasan itulah mereka menghalalkan apa saja, darah, kehormatan, harta dan tanah milik orang lain. Mereka halalkan apa saja, sebab itu merupakan bentuk taqarub mereka kepada tuhan. Padahal, kasta tidak ada nilaiannnya dalam pandangan Allah, karena yang penting adalah ketakwaan dan keimanan seseorang. Dalam pandangan Allah, orang-orang terpilih adalah orang-orang yang tetap mengikuti agama Ibrahim, tanpa memandang kasta dan jenis.

Salah satu dari kenyataan mereka- "kami adalah bangsa pilihan Tuhan, anak-anak Tuhan, kekasih Tuhan." Kesombongan yang luar biasa. Karena itu Allah berfirman: Dan Telah kami tetapkan terhadap Bani Israil dalam Kitab itu: "Sesungguhnya kamu akan membuat kerusakan di muka bumi ini dua kali dan pasti kamu akan menyombongkan diri dengan kesombongan yang besar".

Kamu akan Membuat Kerusakan di Muka Bumi ini Dua Kali!

Pendapat yang paling bernas menyebut bahawa dua kali kerusakan yang dimaksudkan tentunya perlakuan yang terlarang dan yang terkejam diantara kejahatan-kejahatan lain yang pernah mereka lakukan sepanjang sejarah. Pendapat ini beranggapan bahawa berbuat onar merupakan bahagian yang dipisahkan dari mainframe psikologis mereka. Karena itu pada ayat selanjutnya al-Quran menyebut: "dan sekiranya kamu kembali kepada (kedurhakaan) niscaya Kami kembali (mengazabmu) dan Kami jadikan neraka Jahannam penjara bagi orang-orang yang tidak beriman." (QS. Al-Isra [17]: 8).



Kerosakkan Pertama yang paling dahsyat dilakukan kaum Bani Israil menurut kalangan ahli tafsir, ialah saat mereka berada di Madinah. Ketika itu mereka kembali menghadap Rasul dan menolak dakwahnya. Mereka sempat melobi Rasulullah, lalu kemudian membatalkan secara sebelah pihak seluruh kesepakatan yang dibuat bersama. Sejajar dengan pengkhianatan tersebut, mereka bekerjasama dengan kaum pagan untuk mengatasi Rasulullah saw. Tidak hanya itu, mereka bahkan berusaha meracuni dan membunuh Rasulullah saw, namun berkat pertolongan-Nya usaha mereka tidak berhasil. Sekalipun demikian, pengkhianatan demi pengkhianatan yang dilakukan Yahudi Bani Qainuqa, Bani Nadhir, Bani Quraizhah, dan Yahudi Khaibar tetap berlangsung. Lalu Rasulullah memerintahkan agar mereka disingkirkan secara total dari jazirah Arab. Sejak saat itulah jazirah Arab suci dari Yahudi-Yahudi pembangkang.

Kerusakkan besar-besaran yang kedua yang dilakukan Yahudi dimulai di bumi Palestin, tepatnya di tahun 1649. Saat itu mereka mendirikan gerakan Zionis di Inggeris yang menyeru para penganut Yahudi untuk pulang ke tanah Palestin setelah pemulihan selama 1600 tahun. Oleh karena itu mereka mulai menghimpunkan action-plan berupa menghancurkan negara khilafah islamiyah yang saat itu tengah berjaya. Rencana tersebut terlaksana, khilafah Islam itu dipecah melalui serangkaian perang yang berkecamuk tanpa henti. Negara-negara yang bersistem khilafah itu dipenggal menjadi 75 negara dan negara-negara kecil. Lalu di tangan Barat negara-negara itu ditawan dan dijajah satu persatu. Di tahun 1799 mereka menyeru imigrasi ke Palestin dan bermukim di tanah milik Palestin tahun 1854 melalui tekanan negara-negara Barat. Kemudian mereka mendirikan Persatuan Israel Dunia di Perancis tahun 1860. Di tengah-tengah cengkaman penjajah di tanah Arab, mulailah pemusatan besar-besaran kaum Yahudi di tanah Palestin.

Lalu di tahun 1895 seorang Yahudi berkelahiran Austria, Hertzel menerbitkan sebuah buku "Jews State" dan menggelar Konferens Zionis pertama di tahun 1897. Konferens selanjutnya masih terus digilap hingga kini. Melalui konferens tersebut, Yahudi berhasil mendalangi Perang Dunia I dan II sehingga Inggeris mendeklarasikan Perjanjian Balfoure di tahun 1917 dan mengetuai Revolusi Komunis di Rusia pada tahun yang sama.

Melalui mandat Inggeris, rencana penundukan Yahudi dunia di tanah suci Palestin berjalan mulus. Kesemuanya merupakan konspirasi global Yahudi di seluruh dunia baik tersembunyi atau terang-terangan. Lalu di tahun 1924 negara khilafah islamiyah benar-benar berakhir. Seiring dengan keruntuhan itu, empat tahun kemudian kaum Yahudi mendirikan negara Zionis dengan sombongnya. Empat kali perang berkecamuk sengit dengan korban nyawa yang tidak berdosa melalui serangan yang tidak berperikemanusiaan. Perang tersebut menimbulkan kerusakkan besar di wilayah itu sehingga keadaannya menjadi lebih teruk daripada berpuluh-puluh tahun sebelumnya.

Apa yang terjadi di bumi Palestin sepanjang abad, dan realisasi operasi militer di akhir Julai 2006 berupa penyerangan membabi buta terhadap negara berdaulat Lebanon tanpa mengindahkan kecaman dunia internasional, merupakan bukti keserakahan, kesombongan, kejahatan dan sikap arogan yang sangat terlalu. Sekali lagi nubuwwat (ramalan) al-Quran yang tersimpan 1400 tahun terbukti lagi:

Dan Telah Kami tetapkan terhadap Bani Israil dalam Kitab itu: "Sesungguhnya kamu akan membuat kerusakan di muka bumi ini dua kali dan pasti kamu akan menyombongkan diri dengan kesombongan yang besar". Maka apabila datang saat hukuman bagi (kejahatan) pertama dari kedua (kejahatan) itu, Kami datangkan kepadamu hamba-hamba Kami yang mempunyai kekuatan yang besar, lalu mereka bermaharajalela di kampung-kampung, dan itulah ketetapan yang pasti terlaksana. Kemudian Kami berikan kepadamu giliran untuk mengalahkan mereka kembali dan Kami membantumu dengan harta kekayaan dan anak-anak dan Kami jadikan kamu kelompok yang lebih besar. Jika kamu berbuat baik (berarti) kamu berbuat baik bagi dirimu sendiri dan jika kamu berbuat jahat, maka (kejahatan) itu bagi dirimu sendiri. Dan apabila datang saat hukuman bagi (kejahatan) yang kedua, (Kami datangkan orang-orang lain) untuk menyuramkan muka-muka kamu dan mereka masuk ke dalam mesjid, sebagaimana musuh-musuhmu memasukinya pada kali pertama dan untuk membinasakan sehabis-habisnya apa saja yang mereka kuasai. (Al-Isra : 4-8).

Ayat ini turun lebih dari 14 abad yang lalu, akan tetapi kejahatan, keangkuhan dan tindakan babarian Israel di jantung wilayah Arab hari ini dan seterusnya akan mereka lakukan tanpa akhir. Kebiadaban pengganas Israel dan perasaan tinggi hati dengan serangkaian penghancuran terhadap infrastruktur di beberapa tempat di Palestin dan Lebanon merupakan saksi paling tepat akan keberanan al-Quran. Dengan demikian, janji Allah sudah benar-benar dekat: dan Allah berkuasa terhadap urusan-Nya, tetapi kebanyakan manusia tiada mengetahuinya (Yusuf : 21).

Selasa, 27 Julai 2010

Kenangan Ilmuwan Pondok Pesantren Lirboyo


عن أبي هریرة قال : قال رسول الله : (( إن الله تعالى قال: من عادى لي وليا فقد آذنته
بالحرب، وما تقرب إليَّ عبدي بشيء أحب إليَّ مما افترضته عليه، ولا یزال عبدي یتقرب
إليَّ بالنوافل حتى أحبه، فإذا أحببته آنتُ سمعه الذي یسمع به، وبصره الذي یبصر به،
ویده التي یبطش بها، ورجله التي یمشي بها، ولئن سألني لأعطينه ولئن استعاذني لأعيذنه
رواه البخاري ))

Dari Abu Hurairah r.a bahawa Rasulullah SAW telah bersabda : " Sesungguhnya Allah Ta'ala berfirman : Barangsiapa yang memusuhi waliKu ( orang yang setia padaku ), maka sesungguhnya aku mengisytiharkan perang terhadapnya. Dan tiada seorang hambaku yang bertaqarrub ( beramal ) kepadaKu dengan sesuatu yang lebih Ku cintai hanya dari ia menunaikan semua yang ku fardhukan ke atas dirinya. Dan hendaklah hambaKu sentiasa bertaqarrub dirinya kepadaKu dengan nawafil ( ibadat sunat ) sehingga Aku mencintainya. Maka apabila Aku telah mencintainya, nescaya adalah Aku sebagai pendengarannya yang ia mendengar dengannya, dan sebagai penghilantannya yang ia melihat dengannya, dan sebagai tangannya yang ia bertindak dengannya, dan sebagai kakinya yang ia berjalan dengannya. Dan sekiranya ia meminta kepadaKu nescaya Aku berikan kepadanya, dan sekiranya ia memohon perlindungan kepadaKu nescaya Aku lindungi ia Hadis Ketigapuluh Sembilan Dari Ibn Abbas r.a, bahawa Rasulullah SAW telah bersabda : " Sesungguhnya Allah memaafkan bagiku daripada umatku segala perbuatan dari kesilapan dan kelupaan dan segala yang dipaksa ke atas diri mereka..



KH. MAHRUS ALY

Beliau lahir pada tahun 1906 di Desa Gedongan kecamatan Astanajapura, Daerah Cirebon Jawa Barat, ayah beliau KH Aly bin Abdul Aziz dan ibu beliau Hasinah binti Kyai Sa’id, KH. Mahrus Aly adalah anak bongsu dari sembilan bersaudara. Masa kecil beliau dikenal dengan nama Rusydi, masa kecil beliau juga lebih lama mendiami tanah kelahirannya, sifat kepemimpinan beliau sudah nampak pada saat masih kecil, hingga beransur remaja, sehari-hari beliau menuntut ilmu di surau pesantren milik keluarganya, disinilah beliau diasuh oleh ayahnya sendiri KH Aly dan kakak Kandungnya Kyai Afifi. Pada saat beliau berusia 18 tahun, beliau melanjutkan pencarian ilmunya di Pesantren Panggung Tegal, asuhan Kyai Mukhlas abang iparnya sendiri, disinilah kegemaran belajar ilmu Nahwu KH. Mahrus Aly semakin teruji dan mahir, selain itu KH. Mahrus Aly juga belajar silat bersama Kyai Balya seorang juara pencak silat asal Tegal Gubug Cirebon. Pada saatnya mondok di tegal inilah KH. Mahrus Aly menunaikan ibadah haji pada tahun 1927, selanjutnya KH. Mahrus Aly meneruskan pencarian ilmunya di Pesantren Kasingan Rembang Jawa Tengah yang diasuh KH. Kholil, setelah 5 tahun menuntut ilmu dipesantren ini atau sekitar tahun 1936 KH. Mahrus Aly berpindah menuntut ilmu di Pondok Pesantren Lirboyo Kediri, apabila selesai membekalkan ilmu yang sangat tebal sehingga KH. Mahrus Aly hanya tinggal mendalami dan mengulangkaji saja, bahkan beliau diangkat menjadi Pengurus Pondok. Selama bermujahadah ilmu di Lirboyo beliau, dikenal sebagai pelajar yang tak pernah letih mengaji, jika waktu cuti tiba, maka beliau akan gunakan untuk mengulangkaji dan mengaji di Pesantren lain, seperti Pondok Pesantren Tebu Ireng Jombang, asuhan KH. Hasyim Asy’ari. PP. Watu congol muntilan Magelang, asuhan Kyai Dalhar. Juga pondok pesantren Langitan tuban, Sarang dan Lasem Rembang.



Sebenarnya KH. Mahrus Aly belajar di Lirboyo tidaklah lama, hanya sekitar tiga tahun saja, namun karena kealimannya membuat KH. Abdul Karim menjadi jatuh hati, dan menjodohkannya dengan salah seorang puterinya yang bernama Zainab. Tepat pada tahun 1938. kemudian pada tahun 1944 KH. Abdul karim mengutus KH. Mahrus Aly untuk membangunkam kediaman disebelah timur Kompleks Pondok. Sepeninggalan KH. Abdul Karim, KH. Mahrus Aly bersama KH. Marzuqi Dahlan meneruskan tanggungjawab kepemimpinan Pondok Pesantren Lirboyo, ditangan mereka berdualah kemajuan pesat dicapai oleh Pondok Pesantren Lirboyo, banyak pelajar yang berduyun-duyun untuk menuntut ilmu dan mengharapkan barokah dari KH. Marzuqi Dahlan dan KH. Mahrus Aly, bahkan ditangan KH. Mahrus Aly lah, pada tahun 1966 lahir sebuah perguruan tinggi yang bernama IAIT (Institut Agama Islam Tribakti), peranan KH. Mahrus Aly dalam usaha membangkitkan kemerdekaan juga tidak boleh diremehkan, hal ini disebabkan peranan beliau dalam menghantar 97 pelajar pilihan dari pondok pesantren Lirboyo untuk menumpaskan sekutu di Surabaya, yang kebelakangan ini dikenal dengan peristiwa 10 November, hal ini juga yang menjadikan kemuncak berdirinya Kodam V Brawijaya. Selain itu KH. Mahrus Aly juga bertanggungjawab dalam penumpasan PKI di daerah kediri dan juga mempunyai link yang besar dalam perkembangan Jamiyyah Nahdlotul Ulama’, bahkan beliau diangkat menjadi Rois Syuriyah Jawa Timur selama hampir 27 Tahun, hingga akhirnya diangkat menjadi anggota Mutasyar PBNU pada tahun 1985.



Kabar dukacita menggegarkan Pondok Pesantren Lirboyo tepat pada hari Isnin bertarikh 04 March 1985, si isteri tercinta Ibu Nyai Hj. Zainab telah pulang kerahmatullah karena sakit Tumor kandungan yang telah lama nyai alami. Sejak saat itulah kesihatan KH. Mahrus Aly mulai terganggu, bahkan banyak yang tidak sanggup melihat KH. Mahrus Aly terus menerus hanyut dalam kedukaan, hinggakan banyak yang menyarankan agar KH. Mahrus Aly menikah lagi supaya ada yang mengurus beliau, namun dengan sopan beliau menolaknya. Hingga kemuncaknya yakni pada sabtu pagi pada 18 mei 1985 kesihatan beliau benar-benar terganggu, bahkan setelah sarat selama 4 hari di RS Bayangkara Kediri akhirnya beliau dihantar ke RS Dr. Soetomo Surabaya dengan menggunakan Helikopter atas perintah Pangab LB. Moerdani, manusia berusaha namun Allah Jualah yang menentukan, meskipun pelbagai usaha perubatan yang paling canggih sekalipun telah diusahakan oleh semua doktor yang terbaik di Dr. Soetomo surabaya, akhirnya KH. Mahrus Aly pulang kerahmatullah, tepat pada Hari Ahad malam Senin 06 Ramadlan 1405 H/ 26 Mei 1985, tepat lapan hari setelah beliau dirawat di surabaya. Berita kematian KH. Mahrus Aly membuatkan peristiwa dukacita yang sangat mendalam bagi keluarga besar Pondok Pesantren Lirboyo, kerana mereka semua telah kehilangan mentor yang selama ini mereka idolakan dan mereka bangga-bangakan. Beliau wafat diusia 78 tahun.



Sekilas Kenangan Anak Didik Kiyae Mahruz..


Sejenak merenung sambil melihat wajah 3 tokoh ilmuwan terkenal di Pondok Pesanteren Lirboyo Kediri , Jawa Timur ini membuatkan hati insan yang merasai kemanisan iman dan ilmu islam akan tersentuh apabila membaca serta meneliti kisah-kisah hidup mereka semasa menjalani mujahadah di dalam mencari mutiara ilmu.. Termasuklah diri kami yang sentiasa merindui kenangan lama bersama anak murid kiyae tersebut yang di sebut dengan panggilan mesra Haji Solahuddin atau nama sebenarnya iaitu Mahabbun Bin Haji Zam Zam yang sudi mengajar,mendidik dan melatih kami dalam memahami serta mematangkan ilmu kami di dada kami sendiri.. Beliau juga adalah anak didik Kiyae Mahrus ketika mana beliau di Ponpes Lirboyo seketika dahulu..

Sejarah hidupnya yang sentiasa sederhana walaupun ramai yang mengangkat kedudukkan beliau akan tetapi beliau menganggap dirinya sendiri sebagai insan yang sama seperti mana insan lain yang tiada beza disisi Allah melainkan Taqwa.. Kalamnya yang menyembuhkan hati manusia yang jahil,menyerdaskan akal yang buntu.. menguatkan semangat yang hilang.. Pemergiannya membawa kesan kepada kami yang senantiasa menginginkan ilmu seperti mutiara yang hanya digilap olehnya..

Semoga roh-roh mereka semua dan mereka-mereka yang sentiasa ikhlas di dalam membawa dan yang mengangkat agama Allah agar sentiasa dinaungi dan dirahmati oleh Allah.. Ingatan & rindu kami kepadanya tidak akan luput dan kami sentiasa berdoa agar kami akan bertemu di dalam syurga yang abadi bersama beliau insyaallah.. amin..Sedetik seseorang insan itu mengingati kematian lebih mulia dari seorang 'Abid yang beribadah tanpa keikhlasan.. Fi Amanatillah..

Isnin, 26 Julai 2010

Petua Di Dalam Rahsia


Assalamu Alaikum..

Mohon Maaf sekiranya sesiapa yang Tidak Berkenan dengan tulisan saya ini, apa pun insyaallah saya akan cuba meluruskan niat saya yang adalah hamba yng kerdil dan bodoh ini tidak layak untuk membahaskan Tentang Rahsia Rijalul Ghaib.. apa pun cuma sekadar ingin berkongsi ilmu yang sedikit ini..

Insya Alloh, Tidak Bermaksud untuk menggurui semua pembaca akan tetepi harapan insan yang sederhana ini hanyalah untuk melengkapi tulisan ini, supaya yang Umum tidak simpang siur seperti saya ini, Sebetulnya Yang dimaksud Rijalul Ghaib adalah Mahluk Alloh yang Tidak nampak oleh Manusia yang Tugasnya adalah Untuk Membantu manusia dalam memenuhi Keperluan2 Manusia.

Seperti Ditegaskan Oleh Imam Ahmad Bin Al Bauni di dalam Kitabnya Manbaul Ushulil Hikmah hal.230 :

Bahwa Harus Diketahui, Bahwa Alloh Yang Maha Agung dan Maha Tinggi dengan Kemurahannya yang Besar Terhadap manusia, Dia Ciptakan Ruh-Ruh dari Suci dari Bangsa Malaikat/Orang suci/Auliya yang berkeliling keseluruh muka Bumi, Untuk membatu orang-orang yang Mempunyai Hajat,Keinginananya, Supaya Keinginan terpenuhi dan Hajat Tercapai, Barang Siapa yang Bertepatan waktu hajatnya dengan Arah Tempat Mereka Berada, Kemudian berdoa Kepada Alloh SWT, Mereka akan mengamininya doa itu,doa itu akan dikabulkan dan Permintaan akan diperolehnya.

Imam Ahmad bin Ali Al-Buni dalam Manba Ushul Al-Hikmah-nya menjelaskan tentang rijalul ghaib ini sebagai berikut:

"Ketahuilah, bahwa Allah Yang Maha Agung dan Maha Luhur dengan kemurahannya yang besar terhadap manusia, Ia menciptakan ruh-ruh berkarakter malaikat yang berkeliling diseluruh penjuru bumi. Para ruh tersebut membahagiakan orang-orang yang memiliki hajat dengan membantu menunaikan hajat-hajat mereka dan membantu mencapai keinginan-keinginan mereka.

Maka barangsiapa yang bertepatan waktu hajatnya dengan arah dimana para rijalul ghaib itu berada dan berdoa kepada Allah pada
saat itu juga, para rijalul ghaib itu akan mengamini doanya tersebut maka akan terkabulkan hajatnya serta tercapai apa yang ia minta".
 
Jadi Untuk Mengetahui posisi Rijalul Ghaib, Ahli Hikmah dan Mukasyafah telah menentukan kebisaan di mana letaknya menurut perhitungan Bulan Hijriah, Kerana d sebabkan posisinya itu berubah-rubah.

Kiblat: haribulan Hijriahnya = 1,4,15,13
Barat : haribulan Hijriahnya = 17,18,19
Utara : haribulan Hijriahnya = 10,11
Timur : haribulan Hijriahnya = 4.5.6
Selatan : haribulan Hijriahnya = 25,26,27


Dan beberapa Kyai Ahli sufi yg ahlinya di dalam hal tersebut yang tidak mahu saya sebutkan, mengatakan :
Barangsiapa yang berhajat,Setelah Mengetahui Posisi mereka maka Sholatlah Hajat 2 Rakaat bisa 7 malam, 21 malam 40 malam, dan sesudah salam dalam sholat hajat.(Lebih Afdhol Dengan BerPuasa Sunah) seterusnya memohon hajat.. Hal ini sesuai dengan hadits yang diriwayatkan oleh Abu Ya`la, Ibnu al-Sunni, and At-Thabrani dalam al-Mu`jam al-Kabir bahwasanya Rasulullah bersabda:
 
    "Apabila seorang daripada kamu kehilangan sesuatu atau memerlukan pertolongan sedangkan dia berada di suatu tempat yang tiada orang dapat menolongnya, maka hendaklah dia berseru: "Wahai hamba-hamba Allah, tolonglah aku..!! ''(yaa 'ibaadallaah aghiitsuunii)" sesungguhnya bagi Allah itu ialah hamba-hamba yang kita tidak nampak."

TANDA KEJAHILAN AHLI HAKIKAT


JIKA KAMU MELIHAT SESEORANG (AHLI HAKIKAT) MENJAWAB SETIAP PERTANYAAN DAN MENERANGKAN SETIAP PENGLIHATAN (MATA HATI) DAN MENCERITAKAN SETIAP YANG DIKETAHUINYA, MAKA KETAHUILAH BAHAWA YANG DEMIKIAN ITU ADALAH TANDA KEJAHILANNYA.



Manusia digesa supaya menggunakan akal fikirannya untuk mengkaji tentang kejadian-kejadian alam maya ciptaan Tuhan Maha Pencipta. Semakin mendalam pengetahuan tentang ciptaan Allah s.w.t, semakin kelihatan kebesaran dan keagungan-Nya. Bertambah pula keinsafan tentang kelemahan yang ada pada diri manusia terutamanya dalam menghuraikan hal ketuhanan. Ilmu pengetahuan yang mahir dalam perbahasan tentang makhluk menjadi tidak bermaya apabila mencuba menyingkap Rahsia-rahsia ketuhanan. Bila mengakui akan kejahilan dirinya seseorang itu menyerahkan dirinya dengan beriman kepada Allah s.w.t. Penyerahan ini dinamakan aslim dan orang yang berbuat demikian dinamakan orang Islam. Orang yang beriman tidak membahaskan tentang Allah s.w.t kerana mereka mengakui kelemahan akal dalam bidang tersebut.

Bidang yang tidak dapat diterokai oleh akal masih mampu dijangkau oleh hati. Hati yang suci bersih mengeluarkan cahayanya yang dinamakan Nur Kalbu. Nur Kalbu menerangi akal dan bersuluhkan cahaya Nur Kalbu ini, akal dapat menyambung kembali perjalanannya dari ‘stesen’ ia telah berhenti. Perjalanan akal yang diterangi oleh cahaya Nur Kalbu mampu menyingkap perkara-perkara yang ghaib dan beriman dengannya walaupun akal manusia umum menafikannya.

Terdapat perbezaan yang besar antara akal biasa dengan akal yang diterangi oleh nur. Akal biasa beriman kepada Allah s.w.t berdasarkan dalil-dalil yang nyata dan logik. Akal yang beserta nur mampu menyelami di bawah atau di sebalik yang nyata iaitu perkara ghaib, dan beriman kepada Allah s.w.t berdasarkan pengalaman tentang perkara-perkara ghaib. Walaupun perkara ghaib itu tidak dapat diterima oleh akal biasa, tetapi akal yang bersuluhkan nur tidak sedikit pun ragu-ragu terhadapnya. Pengetahuan yang terhasil dari cetusan atau tindakan nur ini dinamakan ilmu hakikat, ilmu ghaib, ilmu Rabbani atau ilmu laduni. Walau apa pun istilah yang digunakan, ia adalah pengetahuan tentang ketuhanan yang didapati dengan cara mengalami sendiri tentang hal-hal ketuhanan, bukan menurut perkataan orang lain, dan juga bukan menurut sangkaannya sendiri.

Hatilah yang mengalami hal-hal tersebut dan pengalaman ini dinamakan pengalaman rasa, zauk atau hakikat. Apa yang dialami oleh hati tidak dapatdilukiskan atau dibahasakan. Lukisan dan bahasa hanya sekadar menggerakkan pemahaman sedangkan hal yang sebenar jauh berbeza. Jika hal pengalaman hati dipegang pada lukisan dan bahasa ibarat, maka seseorang itu akan menjadi keliru. Jika lukisan dan simbol diiktikadkan sebagai hal ketuhanan maka yang demikian adalah kufur!

Pemegang ilmu ghaib terdiri daripada dua golongan. Golongan pertama adalah orang yang terlebih dahulu memasuki bidang pembelajaran tentang tauhid dan latihan penyucian hati menurut tarekat tasauf. Pembelajaran dan latihan yang mereka lakukan tidak membuka bidang hakikat. Ini membuat mereka mengerti akan nilai dan kedudukan ilmu ghaib yang sukar diperolehi itu. Mereka hanya dapat belajar, melatih diri, kemudian menanti dan terus menanti. Jika Allah s.w.t berkenan maka dikurniakan sinaran nur yang menerangi hati si murid itu. Si murid itu pun mengalami dan berpengetahuan tentang hakikat. Pengetahuan yang diperolehi itu sangat berharga baginya dan dijaganya benar-benar, tidak dibukakannya kepada orang lain kerana dia tahu yang orang ramai sukar memahami perkara yang telah dialaminya itu.

Pemegang ilmu ghaib golongan kedua tidak pula melalui proses pembelajaran dan latihan seperti golongan pertama. Golongan ini tiba-tiba sahaja dibukakan hakikat kepada mereka (hanya Allah s.w.t mengetahui mengapa Dia berbuat demikian). Oleh sebab mereka memperolehinya dengan mudah dan tanpa asas pengetahuan yang kuat, mereka tidak mengetahui nilai sebenar pengetahuan yang mereka perolehi itu. Mereka menyangkanya sebagai ilmu biasa. Lantaran mereka memahaminya mereka menyangka orang lain juga memahaminya. Sebab itu mereka mudah memperkatakan ilmu tersebut di hadapan orang ramai. Oleh sebab ilmu ini tidak dapat diceritakan kecuali dengan ibarat, satu daripada dua kemungkinan akan berlaku.

1.Pertama, lantaran orang ramai melihat latar belakang orang hakikat tadi tidak mempunyai asas agama yang kuat, bukan orang alim, maka mereka menganggapnya pembohong dan pembawa cerita khayal.

2.Kedua, kemungkinan ada orang yang mempercayainya tetapi kepercayaan itu tertuju kepada ibarat bukan kepada yang diibaratkan. Kedua-dua kemungkinan tersebut adalah tidak sihat. Sebab itu dilarang keras memperkatakan tentang ilmu hakikat kepada bukan ahlinya. Orang yang menyebarkannya dengan mudah disebut orang jahil yang tidak tahu nilai berlian yang ada padanya.

Istilah Sufi

Bismillah....


KAMUS SUFI anda.........

MUSYAHADAH = berpandang-pandangan, melihat akan Tuhan
NISBAT = pemindahan, salinan, salin
QAUL = perkataan , pendapat, pandangan
QALBU NURANI = hati yang merupakan rahsia insan, sumber dari segala-galanya, hati inilah yang dipelihara oleh ahli sufi untuk ingat kepada Allah. Nama lain = hakikat anbia’, ruh idhafi.
RIA’ / RIYAK = membuat ibadah atau kebaikan dengan tujuan untuk menunjuk-nunjuk kepada orang untuk mendapat pujian .

BAB DUA

Ketahuilah olehmu wahai talib.....


Adapun ASAL DIRI YANG BATIN itu daripada anasir yang empat ( 4 )

WUJUD / Ada
ILMU / Tahu
NUR / Cahaya
SHUHUD / Pandang

Adapun murad dengan Wujud itu ialah ZAT-NYA dan ILMU itu SIFAT-NYA dan NUR itu ASMA'-NYA dan murad dengan SHUHUD itu ialah AF'AL-NYA

Adapun erti – ZAT-NYA = DIRINYA – yaitu – RAHSIA kepada kita
Adapun erti – SIFAT-NYA = KELAKUANNYA – yaitu – NYAWA kepada kita
Adapun ertinya – ASMA'-NYA = NAMANYA – yaitu – HATI kepada kita
Adapun ertinya – AF'AL-NYA = PERBUATANNYA – yaitu – TUBUH kepada kita

Adapun – AWAL MUHAMMAD itu = NURANI – yaitu NYAWA kpd kita
Adapun – AKHIR MUHAMMAD itu = RUHANI – yaitu HATI kpd kita
Adapun – ZAHIR MUHAMMAD itu = INSANI – yaitu TUBUH kpd kita
Adapun- BATIN MUHAMMAD itu = RABBANI – yaitu RAHSIA kpd kita

Ketahuilah olehmu wahai talib...............

Adapun kejadian kita dijadikan Allah saperti dibawah :-

4 perkara daripada bapa yaitu – kulit / aurat / tulang / ?
4 perkara daripada ibu yaitu – darah / lemak / rambut / daging
6 perkara daripada Allah – pendengar / penglihat / pencium / perkasa / akal / ruh

dengan sempurnanya kejadian cukup dengan mata, telinga, kepala, hidung, mulut dan lidah dan lain lain saperti yang ada ditubuh kamu.

Ketahuilah olehmu wahai talib...............

Adapun DIRI itu Af'al 4 perkara :-

Pertama – DIRI YANG BERDIRI – yaitu TUBUH – bagi kita
Kedua – DIRI YANG TERDIRI – yaitu HATI – bagi kita
Ketiga – DIRI YANG TERPERI – yaitu NYAWA bagi kta
Keempat – DIRI YANG TERASLI – yaitu RAHSIA bagi kita

Kerana yang 4 itu asal 4 perkara yaitu – ZAT / SIFAT / ASMA' & AF'AL.

Adapun yang dikatakan ZAT itu berhimpun 4 perkara yaitu :-

SIFAT JALAL / SIFAT JAMAL / SIFAT QAHAR & SIFAT KAMIL

Adapun Asal Nabi MUHAMMAD itu 4 perkara yaitu :-

WUJUD / ILMU / NUR & SHUHUD

Yaitu MUHAMMAD namanya.

Adapun Asal ADAM itu 4 pekara juga yaitu :-

TANAH / AIR / ANGIN & API
Yaitu ADAM namanya

Adapun Asal CUCU CICIT ADAM itu empat perkara yaitu :-

WADI / MADI / MANI & MAKNIKAM
Yaitu MANI JADI DARAH namanya.

Adapun TUBUH kita itu dijadikan Allah daripada 4 perkara juga yaitu :-

KULIT / DAGING / AURAT & TULANG
Yaitu TUBUH namanya.

Adapun HURUF itu asalnya daripada 4 perkara juga yaitu :-

AKAL / BUDI / CITA & NYAWA
Maka bertemu yang empat itu dinamai DIRI DAK namanya yaitu Diri Yang Halus

Ketahuilah olehmu wahai talib...............

KELAKUAN WUJUD itu 8 bahagian yaitu :-

A’YAN KHARIJAH / A’YAN SABITAH / WUJUD AM’MA / WUJUD MUHAZAH
SYARIAT / TARIQAT / HAKIKAT & MAKRIFAT

Adapun A’YAN KHARiJAH itu yaitu kulit / daging / aurat / tulang / hati / jantung / rabu / buah pinggang

Adapun rupa KULIT itu pada hakikatnya ialah kulit yang putih yang jerneh tempat tajallinya Sifat Tuhan bernama HAKIM

Adapun rupa AURAT itu pada hakikatnya ialah aurat yang kuning yang jerneh tempat tajallinya Sifat Tuhan bernama QAWIYYUN

Adapun rupa TULANG itu pada hakikatnya ialah tulang yang hitam yang jerneh tempat tajallinya Sifat Tuhan bernama MUHIYYUN

Adapun rupa DAGING itu pada hakikatnya ialah daging yang merah yang jerneh tempat tajallinya Sifat Tuhan bernama HALIM.

Adapun HATI itu TEMPAT ILMU yaitu saperti bulan cahayanya meliputi seisi alam.

Adapun JANTUNG itu TEMPAT HAYAT yaitu saperti matahari cahayanya meliputi seisi alam.

Adapun RABU itu TEMPAT TAUHID yaitu saperti langit cahayanya meneguhi seisi alam.

Adapun BUAH PINGGANG itu TEMPAT ISLAM yaitu saperti bintang yang cahayanya mengelilingi sekalian alam.

Haiwan Cerdas Menurut Al-Quran dan Sains..


Burung umumnya tidak dianggap haiwan cerdas, sehinggakan seseorang untuk merendahkan orang lain menyebutnya dengan "Otak Burung". Tetapi suatu hari, apabila kita mengkaji dan membaca sebuah ayat dari Quran yang melibatkan burung mengajar manusia awal sebuah praktik yang penting, yang membuat saya berhenti dan berpikir tentang makna dari ayat dan kualitas dari burung tertentu, membawa saya ke pengalaman belajar yang menarik. Berikut adalah ayat yang merupakan bagian dari kisah anak-anak Adam, Habil dan Qabil.

"Maka hawa nafsu Qabil menjadikannya menganggap mudah membunuh saudaranya, sebab itu dibunuhnyalah, maka jadilah ia orang-orang yang merugi. Kemudian Allah menyuruh seekor gagak menggali-gali bumi untuk memperlihatkan kepadanya
(Qabil) bagaimana dia seharusnya menguburkan mayat saudaranya. Berkata Qabil:'Aduhai celaka aku, mengapa aku tidak mampu berbuat seperti gagak ini, lalu aku dapat menguburkan mayat saudaraku ini?' Karena itu jadilah dia seorang diantara orang-orang yang menyesal." (Al Maidah : 30-31)


Ini memberi saya petunjuk agar melihat lebih dekat dan mempelajarinya lebih dalam dan menggali sumur pengetahuan yang belum tergali. Jadi saya menganggap hal ini terkait dengan burung gagak karena ayat ini jelas menunjuk burung ini sebagai mentor bagi manusia, dan jelas menunjukkan bahwa manusia serasa "direndahkan" oleh solusi yang ditemukan oleh gagak untuk beberapa masalah kritis mereka.

Akibatnya, kita tertanya-tanya: Siapakah haiwan yang paling cerdas setelah manusia? Seperti banyak orang, teringat pada lumba-lumba untuk kehormatan itu, tapi setelah pencarian yang sangat menyenangkan, kita dapati sebuah kejutan besar.

Penelitian terbaru menunjukkan kandidat yang tidak terduga dari kategori haiwan tercerdas adalah Gagak. Tidak terduga karena pertimbangan terhadap banyaknya budaya yang melekatkan Gagak sebagai pertanda nasib buruk dan kematian (mungkin karena peran tenangnya penguburan dalam cerita di atas?) yang ternyata haiwan ini adalah haiwan yang sangat cerdas!

Ilmu Ladunni

quran sebagai shafaat والتقوا الله ويعلمكم الله
“Dan bertakwalah kepada Allah; Allah mengajarmu”.(al-Baqoroh : 282).

Datangnya ilmu laduni ini melalui bisikan hati atau inspirasi dan ilham di dalam kalbu seorang hamba. Hati yang bersih dari kotoran dan karakter duniawi yang tidak terpuji. Ilmu tersebut merupakan ilmu warisan sebagai ‘sirr’ atau rahasia ibadah dan hidmah. Ilmu warisan melalui rahasia amaliah guru-guru ruhaniah yang ditawasuli setiap saat. Ilmu tersebut merupakan ilmu pengetahuan yang universal dan “rahmatan lil alamiin”. Pemahaman hati yang mampu menjadikan rongga dada seorang hamba menjadi lapang baik dalam keadaan susah maupun senang sehingga menghantarkan manusia kepada keberhasilan hidup, baik kehidupan dunia, agama maupun akhirat. Berbentuk Ilmu Intuisi yang dihasilkan dari perpaduan antara ilmu, iman dan amal.

Cara mendapatkan ilmu dari Allah Swt.

ilmu laduni dan cara/jalan untuk mendapatkannya didalam ALQURAN DAN HADITS :

1. Belajar

Termasuk bertanya dengan para ulama. Hendaklah belajar dengan guru mursyid yang menjaga zikir dan sunnah Nabi Muhammad SAW.

2. TAKUT KEPADA ALLAH

kitab alhikam, syaikh ibnu athoillah alasykandary (kepala madrasah alazhar-asyarif abad 7 hijriah) menyebutkan nukilan ayat dari alqur’anulkarim :

“wataqullaha wayu’alimukumullah” (Al baqarah ayat 282)

artinya : “Takutlah kepada Allah niscaya Allah akan mengajari kalian“ (Al baqarah ayat 282)

Sifat takut,tunduk,patuh hanya kepada Allah, sangatlah mulia. Bukan saja ilmu laduni yang Allah beri akan tetapi Allah akan tundukan semua makhluq padanya bahkan para malaikat pun akan berkhidmad dan senantiasa membantunya (atas izin Allah), sebagai mana maksud dari haidts nabi SAW :

Nabi saw bersbda : “man khofa minallahi khofahu kulla syai waman khofa ghoirallah khofa min kulli syai”

artinya : “Barang siapa yang takutnya hanya kpd Allah maka Smua makhuq akan takut/tunduk padanya. Barangsiapa takut/tunduknya kpd selain Allah maka semua makhluq akan (menjadi asbab) ketakutan baginya “

Lihatlah kisah-kisah salafusshalih kita, bagaimana pasukan dakwah sahabat berjalan diatas air melintasi sungai tigris irak, pasukan dakwah sahabat yang berjalan melintasi laut merah, mu’adz bin jabal ra shalat 2 rekaat maka gunung batu yang besar terbelah dua membuka jalan untuknya, para sahabat terkemuka boleh mendengarkan zikir dari benda-benda mati (roti dan mangkuk) .

Abu Dzar Alghifary ra. atas perintah khalifah umar ra., beliau ditugaskan utk memasukan kembali lahar gunung berapi yang sudah keluar dari kawahnya. maka atas izin Allah, lahar panas tersebut masuk kembali ke kawah gunung (hayatusahabah).

Abdullah atthoyar ra. boleh terbang seprti malaikat yang punya sayap, maka ketika ditanya oleh rasulullah, apa yang menjadi asbab Allah berikan karomah tersebut, maka beliau menjawab ” saya pun tidak tahu, tapi mungkin karena aku adalah dari sebelum aku masuk islam sehinggalah sekarang pun aku tidak pernah minum khamr”.

3. MENGAMALKAN ILMU YANG DIKETAHUI Quran

sebuah hadits menyebutkan bahwa nabi muhammad saw bersabda :

“man ‘amila bimaa ‘alima waratshullahu ‘ilma maa lam ya’lam”

Artinya : Nabi SAW bersabda :” BARANGSIAPA YANG MENGAMALKAN ILMU YANG IA KETAHUI MAKA ALLAH AKAN MEMBERIKAN KEPADANYA ILMU YANG BELUM IA KETAHUI”

4. TIDAK MENCINTAI DUNIA

‘Allammah Suyuti rah. berkata :“kamu menganggap bahwa ilmu mauhub adalah diluar kemampuan manusia. Namun hakikatnya bukanlah demikian, bahkan cara untuk menghasilkan ilmu ini adalah dengan beberapa asbab. Melalui ini Allah swt. telah menjanjikan ilmu tersebut. Asbab-asbab itu adalah seperti : beramal dengan ilmu yang diketahui, tidak mencintai dunia dan lain-lain….”

Sebagaimana dalam sebuah hadits, bahwa Nabi SAW bersabda yang artinya : “Barang siapa yang zuhud pada dunia (tidak cinta dunia), maka akan Allah berikan kepadanya ilmu tanpa Belajar” (Fadhilatushaqat).

5. Berdoa

Semua itu datang bagi Allah, maka Rasulullah mencontohkan kepada kita agar senantiasa berdoa agar diberikan ilmu dan hidayah dari Allah swt. Sebagaimana dalam al-qur’an disebutkan :

“Wa qul rabbi zidnii ilma“


Artinya : Allah Swt. Berfirman : “Katakanlah (hai Muhammad Saw.) Ya Tuhanku, tambahkanlah kepadaku ilmu pengetahuan” (Thaha [10] ayat 113)

Untuk menumbuhkan rasa takut pada Allah dengan dzikir

Untuk menumbuhkan zuhud pada Allah dengan mujahadah

Sedangkan Doa akan diterima jika kita ikhlash…..

Untuk itu kita harus belajar dan dibimbing oleh guru-guru yang mursyid.

6. Berdakwah

Jika kita berdakwah (amr bil ma’ruf wa nahya ‘anil munkar) atau mengajak kepada kebaikan dan mencegah kemungkaran maka Allah akan berikan kepada kita ‘ilm wa hilm (’ilmu dan kelembutan hati) langsung dari qudrat Allah swt. Sebagaimana Dalam surah al-‘ankabut ayat terakhir :

“Dan orang-orang yang berjuang di jalan kami (berjihad dan mendakwahkan agama) maka akan kami tunjukan kepada mereka jalan-jalan kami. Dan sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang ihsan (muhsinin) (Al’ankabut ayat 69).


Lafadz “ subulana” atau “jalan-jalan kami” bermakna juga “jalan-jalan petunjuk dari Allah” atau “jalan-jalan hidayah (ilmu-ilmu islam yang haq)”.

Sebagaimana juga dalam hadits qudsi (mafhum maknanya) tatkala Allah menceritakan keutamaan umat akhir zaman kepada Nabi isa as.,

Dari Abu Darda Ra. berkata : “Aku mendengar Rasulullah Saw. Bersabada, “Sesungguhnya Allah Swt berfirman kepada Isa As. : “Aku akan mengirimkan satu umat setelahmu (ummat Muhammad Saw.), yang jika Aku murah hati pada mereka, mereka bersyukur dan bertahmid, dan jika Aku menahan diri, mereka sabar dan tawakal tanpa [harus] mempunyai hilm (kemurahan/kemurahan hati) dan ‘ilm (ilmu) .” Isa bertanya: “Bagaimana mereka bisa seperti itu ya Allah, tanpa hilm dan ‘ilm?” Allah menjawab: “Aku memberikan mereka sebagian dari hilmKu dan ‘ilmu-Ku.” [HR. Hakim. Katanya Hadits ini shahihmenurut syarat Bukhary, tetapi ia tidak meriwayatkannya, sedangkan adzahaby menyepakatinya". I/348]

Keterangan : Hadits ini juga terdapat pada Muntakhab hadits SyaikhulHadits Maulana Yusuf, Hadits No. 27, Bab ikhlash dan Juga terdapat pada kitab Ucapan Nabi Isa as dalam kisah-kisah literature umat islam, Tarif Khalidi.



Mengenai kisah dakwah kaum hawariyyin (pengikut Nabi Isa as.) :

- Allah mewahyukan kepada Isa As. untuk mengirimkan pendakwah kepada para raja di dunia. Dia mengirimkan para muridnya. Murid-muridnya yang dikirim ke wilayah yang dekat merelakan hati, akan tetapi yang dikirim ke tempat yang jauh berkeberatan untuk pergi dan berkata: “Saya tidak boleh berbicara di dalam bahasa dari penduduk yang engkau mengirimkan aku kepadanya.” Isa berkata: “Ya Allah, aku telah memerintahkan murid-muridku apa yang Kau perintahkan, tetapi mereka tidak menurut.” Allah berfirman kepada Isa: “Aku akan mengatasi masalahmu ini.” Maka Allah membuat para murid Isa boleh berbicara dalam bahasa tempat tujuan mereka diutus. (Kitab Futuh Mishr wa Akhbaruha, Ibn ‘Abd al-Hakam wafat 257 H).

Ilmu laduni adalah kurniaan khas bagi hambanya, terlebih bagi mereka yang telah ma’rifat. Orang yang telah ma’rifat akan mendapatkan segala-galanya karena tidak ada keinginan dunia dalam hatinya.

Nabi SAW bersabda : “man wajadallah wajada kulla syai, man faqadallah faqada kulla syai”

artinya : Barang siapa kenal kepada Allah maka ia akan mendapatkan segala-galanya

Barang siapa yang kehilangan Allah (tidak kenal Allah) maka ia kehilangan segala-galanya.”



Dalam kitab kimiyai saadat, bahawa ada tiga jenis manusia yang tidak akan boleh memahami al-qur’an :

- Pertama : Seorang yang tidak memahami bahasa arab

-Kedua : Orang yang berkekalan dengan dosa-dosa besar dan bid’ah. Ini karena dosa dan amalan bid’ah itu akan menghitamkan hatinya yg menyebabkan dia tidak mampu memahami alqur’an.

_ketiga : Orang yang yakin hanya terhadap makna-makna zahir saja dalam hal-hal aqidah (mengambil makna zohir dari ayat atau hadits mutasyabihat, aqidahnya bermasalah: mu’tazillah, mujasimmah dsb). Perasaannya tidak dapat menerima apabila dia membaca ayat alqu’an yang bertentangan dengan keyakinannya itu. Orang yang demikian tidak akan bisa memahami alqur’an..

Malam Nisfu Sya'ban


Kelebihan Malam Nishfu Sya’ban

Kelebihan Malam Nishfu Sya’ban dan Kaifiyat beribadah di malam nisfu sya’ban..

Dikutip dari buku al-Fawaaidul Mukhtaaroh Diceritakan bahawa Ibnu Abiy as-Shoif al-Yamaniy berkata, “Sesungguhnya bulan Sya’ban adalah bulan sholawat kepada Nabi saw, karena ayat Innallooha wa malaaikatahuu yusholluuna ‘alan Nabiy … diturunkan pada bulan itu. (Ma Dza Fiy Sya’ban?)

Tokoh wali terkenal Syaikh ‘Abdul Qadir al-Jailaniy berkata, “Malam Nishfu Sya’ban adalah malam yang paling mulia setelah Lailatul Qodr.” (Kalaam Habiib ‘Alwiy bin Syahaab)

Pernah dikisahkan tentang Sayidina Ali bin Abi Tholib Karromalloohu Wajhah meluangkan waktunya untuk ibadah pada 4 malam dalam setahun, yakni: malam pertama bulan Rejab, malam 2 Hari Raya, dan malam Nishfu Sya’ban. (Manhajus Sawiy dan Tadzkiirun Nas)

Al-Imam As-Subkiy.rhm berkata, bahwa malam Nishfu Sya’ban menghapus dosa setahun, malam Jum’at menghapus dosa seminggu, dan Lailatul Qodr menghapus dosa seumur hidup.

Diriwayatkan kapadaku bahawa Sahabat Nabi Usamah bin Zaid.ra berkata kepada Nabi SAW, “Ya Rasulullah, aku belum pernah melihat engkau berpuasa di bulan lain lebih banyak dari puasamu di bulan Sya’ban.”

Kata Nabi, “Bulan itu sering dilupakan orang, karena diapit oleh bulan Rajab dan Ramadhan, padahal pada bulan itu, diangkat amalan-amalan (dan dilaporkan) kepada Tuhan Rabbul Alamin. Karenanya, aku ingin agar sewaktu amalanku dibawa naik, aku sedang berpuasa.” (HR Ahmad dan Nasai – Sunah Abu Dawud).

Adapun keutamaan bulan Sya’ban lainnya akan lebih jelas lagi dalam hadis-hadis berikut:

Hadis Pertama

Aisyah RA bercerita bahwa pada suatu malam dia kehilangan Rasulullah SAW, ia keluar mencari dan akhirnya menemukan beliau di pekuburan Baqi’, sedang menengadahkan wajahnya ke langit. Beliau berkata, “Sesungguhnya Allah Azza Wajalla turun ke langit dunia pada malam Nishfu Sya’ban dan mengampuni (dosa) yang banyaknya melebihi jumlah bulu domba Bani Kalb.” (HR Turmudzi, Ahmad dan Ibnu Majah)

Hadis Kedua

Diriwayatkan oleh Abu Musa Al-Asy’ari RA bahawa Rasulullah SAW bersabda, “ “Sesungguhnya Allah pada malam Nishfu Sya’ban mengawasi seluruh mahluk-Nya dan mengampuni semuanya kecuali orang musyrik atau orang yang bermusuhan.” (HR Ibnu Majah)

Hadis Ketiga

Diriwayatkan dari Ali bin Abi Thalib KW bahawa Rasulullah SAW bersabda, “Jika malam Nishfu Sya’ban tiba, maka solatlah di malam hari, dan berpuasalah di siang harinya, karena sesungguhnya pada malam itu, setelah matahari terbenam, Allah turun ke langit dunia dan berkata, ‘Adakah yang beristighfar kepada Ku, lalu Aku mengampuninya, Adakah yang memohon rezeki, lalu Aku memberinya rezeki , adakah yang tertimpa bala’, lalu Aku menyelamatkannya, adakah yang begini (2x), demikian seterusnya hingga terbitnya fajar.” (HR Ibnu Majah).

Demikianlah keutamaan dan kelebihan malam Nishfu Sya’ban, marilah kita manfaatkan malam yang mulia ini untuk mendekatkan diri dan memohon sebanyak-banyaknya kepada Allah..

Ahad, 25 Julai 2010

Pengenalan Auliya



Wali Allah Menurut Hakim At-Tirmidzi


Hakim at-Tirmidzi lahir di Tirmidz, Uzbekistan, Asia Tengah pada tahun 205 H/820 M. Nama lengkapnya adalah Abu Abd Allah Muhammad bin Ali bin Hasan al-Hakim at-Tirmidzi. Ia berasal dari keluarga ilmuwan ahli fiqih
dan hadits. Memasuki puncak ketasawufan setelah mengalami goncangan batin sebagaimana yang di kemudian hari dialami al-Ghazali. Ia mendefinisikan Wali Allah adalah seorang yang demikian kokoh di dalam peringkat kedekatannya kepada Allah (fi martabtih), memenuhi persyaratan-persyaratan tertentu seperti bersikap shidq (jujur dan benar) dalam perilakunya, sabar dalam ketaatan kepada Allah, menunaikan segala kewajiban, menjaga hukum dan perundang-undangan (al-hudud) Allah, mempertahankan posisi (al-) kedekatannya kepada Allah. Dalam keadaan ini, menurut at-Tirmidzi, seorang wali mengalami kenaikan peringkat sehingga berada pada posisi yang demikian dekat dengan Allah, kemudian ia berada di hadapan-Nya, dan menyibukkan diri dengan Allah sehingga lupa dari segala sesuatu selain Allah.

Karena kedekatannya dengan Allah, seorang wali memperoleh ‘ishmah (pemeliharaan) dan karamah (kemuliaan) dari Allah. menurutnya, ada tiga jenis ‘ishmah dalam Islam. Pertama, ‘ishmah al-anbiya’ (ishmah para Nabi) merupakan sesuatu yang wajib; baik berdasarkan argumentasi ‘aqliyyah seperti dikemukakan Mu’tazilah maupun berdasarkan argumentasi sam‘iyyah. Kedua, ‘ishmah al-awliya’ (merupakan sesuatu yang mungkin); tidak ada keharusan untuk menetapkan ‘ishmah bagi para wali dan tidak berdosa untuk menafikannya dari diri mereka, tidak juga termasuk ke dalam keyakinan agama (‘aqa’id al-din); melainkan merupakan karamah dari Allah kepada mereka. Allah melimpahkan ‘ishmah ke dalam hati siapa saja yang dikehendaki-Nya di antara mereka. Ketiga, ‘ishmah al-‘ammah, ‘ishmah secara umum , melalui jalan al-asbab, sebab-sebab tertentu yang menjadikan seseorang terpelihara dari perbuatan maksiat.

‘Ishmah yang dimiliki para wali dan orang-orang beriman, menurut at-Tirmidzi, bertingkat-tingkat. Bagi umumnya orang-orang yang beriman, ‘ishmah berarti terpelihara dari kekufuran dan dari terus menerus berbuat dosa; sedangkan bagi para wali ‘ishmah berarti terjaga (mahfuzh) dari kesalahan sesuai dengan derajat, jenjang, dan maqamat mereka. Masing-masing mereka mendapatkan ‘ishmah sesuai dengan peringkat kewaliannya. Inti pengertian ‘ishmah al-awliya’ terletak pada makna al-hirasah (pengawasan), berupa cahaya ‘ishmah (anwar al-ishmah) yang menyinari relung jiwa (hanaya al-nafs) dan berbagai gejala yang muncul dari kedalaman al-nafs, tempat persembunyian al-nafs (makamin al-nafs), sehingga al-nafs tidak menemukan jalan untuk mengambil bagian dalam aktivitas seorang wali. Ia dalam keadaan suci dan tidak tercemari berbagai kotoran al-nafs ( adnas al-nafs ).

Adapun yang dimaksud karamah al-awliya’ tiada lain, kemuliaan, kehormatan,(al-ikram); penghargaan (al-taqdir); dan persahabatan (al-wala) yang dimiliki para wali Allah berkat penghargaan, kecintaan dan pertolongan Allah kepada mereka. Karamah al-awliya itu, dalam pandangan Hakim at-Tirmidzi, merupakan salah satu ciri para wali secara lahiriah (‘alamat al-awliya’ fi al-zhahir) yang juga dinamakannya al-ayat atau tanda-tanda.

Hakim at-Tirmidzi membagi karamat al-awliya ke dalam dua bagian. Pertama, karamah yang bersifat ma‘nawi atau al-karamat al-ma‘nawiyyah. Karamah yang pertama merupakan sesuatu yang bertentangan dengan adat kebiasaan secara fisik-inderawi, seperti kemampuan seseorang unrtuk berjalan di atas air atau berjalan di udara. Sedangkan karamah yang kedua merupakan ke-istiqamah-an seorang hamba di dalam menjalin hubungan dengan Allah, baik secara lahiriah maupun secara batiniah yang menyebabkan hijab tersingkap dari kalbunya hingga ia mengenal kekasihnya, serta merasa ketentraman dengan Allah. At-Tirmidzi memaparkan karamah yang kedua sebagai yang berikut:

Kemudian Tuhan memandang wali Allah dengan pandangan rahmat. Maka Tuhan pun dari perbendaharaan rububiyyah menaburkan karamah yang bersifat khusus kepadanya sehingga ia (wali Allah) itu berada pada maqam hakikat kehambaan (al-haqiqah al-ubudiyyah). Kemudian Tuhan pun mendekatkan kepada-Nya, memanggilnya, menghormati dan meninggikannya. Menyayanginya dan menyerunya. Maka wali pun menghampiri Tuhan ketika ia mendengar seru-Nya. Mengokohkan (posisi)-nya dan menguatkannya; memelihara dan menolongnya; sehingga ia meresponi dan menyambut seruan-Nya. Dalam kesunyian ia memanggil-Nya. Setiap saat ia munajat kepada-Nya. Ia pun memanggil kekasihnya. Ia tidak mengenal Tuhan selain Allah.

Orang yang menolak karamah al-awliya’, menurut at-Tirmidzi, disebabkan mereka tidak mengetahui persoalan ini kecuali kulitnya saja. Mereka tidak mengetahui perlakuan Allah terhadap para wali. Sekiranya orang tersebut mengetahui hal-ihwal para wali dan perlakuan Allah terhadap mereka; niscaya mereka tidak akan menolaknya. Penolakan mereka terhadap karamah al-awliya’, menurut at-Tirmidzi, disebabkan oleh kadar akses mereka terhadap Allah hanya sebatas menegaskan-Nya; bersungguh-sungguh di dalam mewujudkan kejujuran (al-shidq); bersikap benar dalam mewujudkan kesungguhan sehingga meraih posisi al-qurbah (dekat dengan Allah). Sementara mereka buta terhadap karunia dan akses Allah kepada hamba-hamba pilihan-Nya. Demikian juga buta terhadap cinta (mahabbah) dan kelembutan (ra’fah) Allah kepada para wali. Apabila mereka mendengar sedikit tentang hal ini, mereka bingung dan menolaknya.

Adapun derajat kewalian, dalam pandangan al-Tirmidzi, dapat diraih dengan terpadunya dua aspek penting, yakni karsa Allah kepada seorang hamba dan kesungguhan pengabdian seorang kepada Allah. Aspek pertama merupakan wewenang Allah secara mutlak; sedangkan aspek kedua merupakan perjuangan seorang hamba dalam mendekatkan diri kepada Allah. Menurut at-Tirmidzi, ada dua jalur yang biasa ditempuh oleh seorang sufi guna meraih derajat kewalian. Jalur pertama disebut thariqah al-minnah (jalan golongan yang mendapat anugerah) sedangkan jalur kedua disebut thariq ashhab al-shidq (jalan golongan yang benar dalam beribadah). Melalui jalur pertama, seorang sufi meraih derajat kewalian di hadapan Allah semata-mata karena karunia Allah yang diberikan kepada siapa saja yang dikendaki Allah di antara hamba-hamba-Nya. Sedangkan melalui jalur kedua, seorang sufi meraih derajat kewalian berkat keikhlasan dan kesungguhannya di dalam beribadah kepada Allah. Seseorang yang meraih derajat kewalian melalui jalur kedua disebut wali haqq Allah atau awliya’ huquq Allah dalam bentuk jamak.

Menurut at-Tirmidzi derajat kewalian yang diraih melalui jalur kedua diperoleh setelah seorang sufi bertaubat dari segala dosa dan bertekad bulat untuk membuktikan sesungguhan taubatnya dengan konsisten di dalam menunaikan segala yang diwajibkan; menjaga al-hudud (hukum dan perundang-undangan Allah) dan mengurangi al-mubahat (hal-hal yang dibolehkan); kemudian memperhatikan aspek batin dan menjaga kesuciannya dengan seksama.
Seorang sufi yang meraih derajat kewalian (al-walayah) melalui jalur kedua desebut wali haqq Allah, karena sufi itu telah mencurahkan seluruh perhatian dan usahanya untuk menjaga hak Allah. Perjuangan yang demikian berat ini telah menambah kesucian hati sufi tersebut. Hatinya menjadi terformat sedemikian rupa dengan sifat Allah al-Haqq sehingga al-Haqq menjadi salah satu sifatnya yang mendominasi perasaannya yang terdalam (al-wujdan) dan membimbing seluruh perilakunya. Tidaklah seorang sufi itu mengucapkan sesuatu kecuali melalui Allah al-Haqq; tidaklah melakukan sesuatu kecuali menuju Allah al-Haqq; dan tidaklah dia diam kecuali bersama Allah al-Haqq. Maka al-Haqq senantiasa bersama-Nya dalam berbagai keadaan. Para wali yang memiliki kualifikasi ini disebut juga al-awliya al-shadiqin.

Sementara itu, memperoleh derajat al-walayah melalui jalur pertama, thariqah al-Minnah, terbagi kedalam dua proses. Pertama, anugerah kewalian itu diperoleh dengan tanpa usaha sebelumnya. Melalui proses ini orang yang menerima anugerah al-walayah merasakan adanya kekuatan yang menarik dirinya kepada kualitas al-walayah tersebut. Para sufi yang meraih derajat kewalian melalui proses ini disebut al-mujtabun (yang diangkat) atau al-mujzubun (yang ditarik). Kedua, anugerah kewalian itu diperoleh karena ada prakondisi sebelumnya. Derajat al-walayah yang diberikan melalui proses kedua ini mengandung pengertian bahwa anugerah al-walayah itu diberikan oleh Allah kepada seseorang yang telah berada di dalam maqam al-shidq, suatu kedudukan terhormat di hadapan Allah yang hanya bisa ditempati oleh para sufi yang telah memiliki kualifikasi wali di antara al-awliya al-shadiqin. Hal ini terjadi semata-mata karena kasih sayang Allah kepadanya.

Derajat kewalian dan kenabian, menurut at-Tirmidzi, merupakan anugerah Allah. Allah telah memilih di antara hamba-hamba-Nya menjadi al-anbiya (Nabi-Nabi) dan awliya (para wali). Kemudian Allah melebihkan derajat sebagian al-anbiya atas sebagian yang lain. Sebagaimana Allah melebihkan sebagian derajat al-awliya atas sebagian yang lain. Kelebihan Nabi Muhammad SAW. atas para Nabi yang lain adalah kedudukannya sebagai khatam al-nubuwwah yang merupakan hujjat Allah bagi makhluk-Nya pada hari kiamat, karena tiada seorang pun di antara al-anbiya yang mendapat kedudukan setinggi ini.

Hujjat Allah yang menjadi inti khatam al-nubuwwah tersebut tiada lain, qadam shidq, yakni kesaksian Allah bahwa Nabi Muhammad SAW. memiliki shidq al-‘ubudiyyah (kesungguhan dalam kehambaan). Dengan qadam shidq tersebut Nabi Muhammad SAW. mendahului barisan para Nabi dan Rasul. Kemudian Allah menyambutnya dan menempatkannya di dalam al-maqam al-mahmud pada al-kursi. Dengan demikian para Nabi mengetahui bahwa Nabi Muhammad SAW. adalah orang yamg paling mengenal Allah. Beliau diberi bendera pujian (liwa al-hamd) dan kunci kemulian (mafatih al-karam). Oleh sebab itu, khatam al-anbiyyin, menurut at-Tirmidzi, bukan karena Nabi Muhammad SAW. paling akhir diutus; melainkan karena al-nubuwwah telah sempurna secara total pada diri Nabi Muhammad SAW. sehingga dia menjadi jantung kenabian (qalb al-nubuwwah) karena kesempurnaannya; kemudian al-nubuwwah ditutup (pada diri beliau).

Bertitik tolak dari pandangannya tentang al-anbiya dan al-awliya, at-Tirmidzi memandang bahwa khatam al-awliya (pamungkas para wali) adalah al-wali al-majdzub yang memegang kepemimpinan (al-imamah) atas para wali. Di tangannya terdapat bendera kewalian (liwa al-walayah). Para wali seluruhnya membutuhkan syafa’at dari padanya; sebagaimana para Nabi membutuhkan syafa’at dari Nabi Muhammad SAW. Ia memperoleh bagian kenabian yang paling sempurna; sehingga ia dekat dengan al-anbiya; bahkan hampir mendahuluinya; sebagaimana tergambar pada hadits yang berikut:

Sesungguhnya di antara hamba-hamba Allah, ada orang yang bukan Nabi dan bukan syuhada; namun, banyak Nabi dan syuhada yang ingin seperti mereka, karena derajat mereka disisi Allah ‘Azza wa jalla.” Mereka bertanya, “Wahai Rasulullah, siapakah mereka? Beliau bersabda: “Mereka adalah suatu kaum yang saling mencintai dengan motivasi karena Allah; padahal bukan di antara kerabat mereka, juga bukan karena harta yang saling mereka berikan. Demi Allah, wajah mereka niscaya laksana cahaya, mereka berada di atas cahaya. Mereka tidak merasa sedih, ketika orang-orang bersedih. Kemudian beliau membacakan satu ayat:

(Q.S. Yunus: 62).
Maqam-nya (dihadapan Allah) berada pada peringkat tertinggi para wali (fi a‘ala manazil al-awliya). Ia adalah pengikut Nabi Muhammad SAW. Maka sebagaimana Nabi Muhammad SAW. menjadi hujjah bagi para Nabi; wali ini pun menjadi hujjah bagi para wali (al-awliya). Kecuali itu, al-Hakim at-Tirmidzi menghubungkan konsep khatam al-awliya dengan konsep manusia sempurna. Menurutnya, khatam al-awliya ialah manusia yang telah mencapai ma‘rifah yang sempurna tentang Tuhan. Dengan demikian, ia pun mendapatkan cahaya dari Tuhan, bahkan mendapatkan quwwah ilahiyyah (daya Ilahi). Menurut at-Tirmidzi, ada empat puluh orang dari kalangan umat Nabi Muhammad SAW. yang mendapat kedudukan sebagai wali, satu di antara empat puluh itu disebut khatam al-awliya sebagaimana Nabi Muhammad SAW. menjadi khatam al-anbiya.

Sementara itu, Abu Yazid al-Busthami (w.264H/877M.) memperkenalkan konsep al-wali al-kamil (wali yang sempurna). Menurutnya, wali yang sempurna ialah orang yang telah mencapai ma‘rifah yang sempurna tentang Tuhan, ia telah terbakar oleh api Tuhannya. Ma‘rifah yang sempurna akan membawa seorang wali fana’ dalam sifat-sifat ketuhanan. Wali yang fana’ dalam nama Allah, al-zhahir (yang nyata), akan dapat menyaksikan qudrah Tuhan; wali yang fana’ dalam nama-Nya, al-bathin (yang tersembunyi) akan dapat menyaksikan rahasia-rahasia alam; wali yang fana’ dalam nama-Nya, al-akhir (yang akhir), akan menyaksikan masa depan.

Kedudukan khatam al-awliya merupakan anugerah Allah. Allah memberikan al-khatm (penutupan [kewalian]) kepadanya agar pada hari kiamat hati Nabi Muhammad SAW. merasa tenteram. Para wali pun mengakui kelebihan wali ini atas mereka. Ia muncul menjelang terjadinya kiamat dan menjadi hujjat Allah bagi seluruh penganut paham monoteisme (al-muwahhidin) yang datang sesudahnya.

Pemikiran al-Hikam at-Tirmidzi tentang khatm al-walayah lebih jauh dikembangkan oleh Ibnu Arabi. Menurut Ibnu Arabi, konsep al-khatm (penutupan) mengandung dua pengertian. Pertama, al-khatm berarti Allah telah menutup kewalian secara umum (al-walayah al-ammah). Kedua, al-khatm dalam pengertian Allah telah menutup kewalian umat Nabi Muhammad SAW. (al-walayah al-muhammadiyah).

Khatm al-walayah dalam pengertian yang pertama berada pada diri Nabi Isa as. Beliau adalah wali dengan kenabian mutlak (al-nubuwwah al-muthlaqah) yang muncul pada zaman ummat (Nabi Muhammad) ini. Kewalian Nabi Isa terputus dari nubuwwat al-tasyri’, yakni kenabian khusus dengan kewenangan menetapkan syari’at agama dan kerasulannya. Nabi Isa turun di akhir zaman sebagai pewaris (Nabi Muhammad SAW.). Dan khatam [al-walayah] (pamungkas kewalian). Tidak ada wali sesudahnya dengan kenabian mutlak sekalipun, sebagaimana Nabi Muhammad SAW. sebagai khatam al-nubuwwah (pamungkas kenabian) tidak ada Nabi sesudah beliau dengan nubuwwat al-tasyri’. Sedangkan khatam al-walayah dalam pengertian yang kedua berada pada diri seorang laki-laki bangsa Arab dari kalangan orang-orang terhormat.

Pengetahuan tentang syari’at (al- ilm al-syari’i) – yang menjadi dasar nubuwwat al-tasyri’ diwahyukan kepada seorang Rasul melalui malaikat. Sedangkan pengetahuan batin (al-‘ilm al-bathini) yang dimiliki wali, baik dalam kapasitasnya sebagai Rasul, Nabi, maupun wali saja; bersifat pancaran dari seorang khatam al-awliya. Adapun khatam al-awliya mendapatkan secara menyeluruh dari sumber pancaran ruhaniah (manba‘al-faydl al-ruhi); yakni ruh Muhammad atau al-haqiqah al-Muhammadiyah.

Ibnu Arabi menghubungkan konsepsi khatam al-awliya dengan kemampuan menangkap al-‘athaya (pemberian dan anugerah) Allah. Menurut Ibnu Arabi, ada dua jenis al-‘athaya (pemberian) yakni yang bersifat dzatiyyah dan yang bersifat asma’iyyah. Adapun al-‘athaya al-dzatiyyah tidak terjadi kecuali melalui tajalli ilahi; sedangkan tajalli merupakan pengetahuan tertinggi tentang Tuhan. Pengetahuan ini tidak diberikan kecuali kepada khatam al-rusul (pamungkas para utusan) dan khatam al-awliya (pamungkas para wali).

Tiada seorang pun di antara al-anbiya dan al-rusul dapat mengalami tajalli al-dzat kecuali melalui misykah, teropong, khatam al-rusul; dan tiada seorang pun al-awliya mengalami tajalli al-dzat kecuali melalui misykah, teropong, khatam al-awliya bahkan al-anbiya dan al-rusul pun tidak dapat mengalami tajalli al-dzat kecuali melalui misykat al-khatam al-awliya’; meskipun khatam al-awliya merupakan pengikut khatam al-rusul dalam syari’at yang dibawanya.

Dalam pandangan Ibnu Arabi, khatam al-anbiya mempunyai kedudukan yang sebanding dengan khatam al-awliya. Menurutnya setiap Nabi sejak zaman Nabi Adam hingga Nabi terakhir; tiada seorang pun di antara mereka, kecuali mengambil dari misykat (teropong) khatam al-nabiyyin; meskipun khatam al-nabiyyin tersebut secara historis muncul terakhir. Hal ini sejalan dengan sabda Nabi Muhammad SAW.: Aku sudah menjadi Nabi; sedangkan Adam di antara air dan tanah. Sedangkan para Nabi selain Nabi Muhammad SAW. menjadi Nabi setelah mereka diutus (ke dunia).

Tokoh Sufi

Tokoh Sufi


Syeikh Zarruq

Syeikh Zarruq Ulama Sufi yang Cemerlang dari Fes
Namanya Abul Abbas Ahmad bin Ahmad bin Muhammad bin Isa. Ia bernasab dengan kabilah Baranis dari Fes, Marokko, yang kemudian dinasabkan dengan Al-Burnusy. Panggilannya adalah Zarruq, dipanggil demikian karena kakeknya bermata biru.

Syeikh Zarruq dilahirkan hari Kamis ketika matahari terbit, 28 Muharram tahun 846 H, atau 1442 Masehi. Demikian disebutkan oleh Ummul Banin, seorang perempuan ahli fiqih yang shalihah, nenek dari Syeikh Zarruq. Setelah dua hari lahir, ia ditinggal wafat oleh ibundanya, di hari sabtu, dimana usia ibundanya waktu itu 23 tahun. Setelah itu ganti ayahandanya wafat, ketika usia jabang bayinya masih 5 hari. Usia ayahandanya 35 tahun.

Kata Syeikh Zarruq, ayahandanya memberi nama Muhammad, lalu sepeninggal ayahandanya oleh neneknya digannti dengan Ahmad. Hingga Allah memadukan dua nama mulia pada dirinya. "Aku memilih nama Ahmad karena tiga alasan," Syeikh Zarruq:
Pertama, saya senang dengan nama itu, disamping aku dibesarkan di pangkuan nenekku. Nenek seorang yang penuh kasih sayang, seorang yang sangat alim dan shalihah.
Kedua, nama itu begitu kuat, tidak berubah, bahkan tetap dengan nama itu sepanjang tahun.
Ketiga, nama ahmad adalah nama yang dikabargembirakan oleh Allah kepada Nabi Isa as, dan tidak pernah disebutkan sebelum Nabi dan Rasul sebelum Nabi kita Muhammad saw.

Masa Kecil
Masa kecil Syeikh Zarruq sebagai yatim piyatu, berada di pangkuan neneknya, seorang faqih yang shalihah, tumbuh dengan pendidikan yang sangat bagus, penuh kecerdasan dan perilaku budi luhur. Sejak kecil ditanamkan iman, dan kesalehan, terutama dalam disiplin sholat. "Nenek mengajariku sholat, dan memerintahkannya ketika usiaku masih 5 tahun. Sejak usia lima tahun aku disiplinkan sholatku, dan aku belajar menulis di usia itu. Nenek juga mengajariku tauhid dan tawakkal, keimanan dan keagamaan dengan cara yang luar biasa."

Salah satu yang menakjubkan, yang diceritakan beliau, "Ketika aku masuk di sebuah perpustakaan, seorang faqih menulis surat Alamnasyroh di telapak tangan kananku, dengan tinta dari madu, lalu aku menjilatinya. Pada saat itulah aku menjadi anak yang paling bagus hafalannya…. Bahkan aku tidak tahu, kalau aku tak pernah sekalipun menghafal wahyu sama sekali, kecuali hanya sehari atau dua hari saja…"

Masa kecilku tidak pernah bermain-main di masjid, dan tidak pernah aku berlari-lari di dalamnya, kecuali satu hari seumur hidupku. Lantas saat itu jempolku bengkak, keluar ulat kecil dan bernanah. Aku baru tahu kemudian, Sunnatullah berjalan, bahwa setiap aku berbuat salah, langsung diganjar dengan akibatnya seketika. Aku sakit empat kali di Mesir ini. Setiap kali sakitku sampai empat bulan baru sembuh, dan setiap aku sakit tidak sembuh kecuali setelah makan buah Zaitun Hitam.."

Ketika usia beliau genap 9 tahun, ia dikirim untuk belajar konveksi, tiga hari selama seminggu, Kamis, Jum'at dan Senin. Ini dibelajarkan agar terpadu antara pengetahuan industri dan agama.

Mendalami Agama
Syeikh Zarruq bercerita, "Berada dalam didikan nenekku yang faqih, Ummul Banin, hingga usiaku 10 tahun. Pada saat yang sama aku sudah hafal Al-Qur'an, dan aku belajar jahit menjahit. Maka ketika usiaku 16 tahun, aku dikirim untuk mendalami ilmu agama. Aku mengkaji kitab Ar-Risalah pada dua Syeikh, As-Sitththy dan Abdullah al-Fakhkhar., dengan kajian yang dalam. Kemudian mendalami soal macam-macam Qira’at pada Al-Qawry, az-Zarhuny, orang yang sangat saleh. Juga pada Al-Majashy, dan Al-Ustadz Asy-Saghir mengenai bacaan huruf ala Nafi'.

Kamudian aku dalami pengetahuan Tasawuf dan Tauhid, antara lain Ar-Risalatul Qudsiyah dan Aqaid ath-Thousy, pada Syeikh Abdurrahman Al-Majdulisy salah satu murid al-Ubay. Juga sebagian kajian At-Tanwir (karya Ibnu Athaillah) pen.) pada Al-Qowry, dari beliau pula saya belajar Al-Bukhary. Kemudian belajar fiqih pada Abdul Haq ash-Shughra, dan Jami at-Tirmidzy. Tak terhingga guru-guru fiqih maupun tasawufku."

Kelak Syeikh Zarruq dikenal sebagai Mursyid Thariqah Syadziliyah, dan mensyarahi karya Ibnu Athaillah as-Sakandary, Al-Hikam. Diantara keunikan Syarah Syeikh Zarruq, ketika beliau mensyarahi Al-Hikam sampai terulang 17 kali. Setiap kali khatam membuat syarah kitab Al-Hikam selalu hilang, atau dicuri orang. Dan syarah yang masih utuh hingga sekarang adalah syarah Al-Hikam yang ke 17.

Nasehat Syeikh Bahauddin an-Naqsyabandy

1.
Mengamalkan tareqat berarti berkekalan di dalam melaksanakan ‘ubudiyyah kepada Allah, secara zahir dan batin, dengan kesempurnaan komitmen (iltizam) mengikuti as-Sunnah, dan menjauhkan segala bid’ah dan segala kelonggaran (rukhsah), pada setiap gerak dan diam.
2. Jalan kita ialah dengan menuruti jejak langkah baginda Rasulullah Sallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabat. Aku telah dibawakan ke jalan ini melalui Pintu Kurnia, karena dari permulaan jalan hingga ke akhirnya, tiada yang aku lihat melainkan pengaruniaan-pengaruniaan dari Allah.
3. Di dalam tarekat ini, pintu-pintu kepada ilmu-ilmu langit akan dibukakan kepada as-Salikin yang teguh menuruti jejak langkah Rasulullah Sallallahu ‘alaihi wa sallam. Mengikuti as-Asunnah adalah cara yang paling utama untuk membuka pintu-pintu ini.
4. Orang-orang ahli hikmah mempunyai tiga cara untuk mencapai Kebenaran (al-haqiqah), iaitu melalui muraqabah, musyahadah dan muhasabah.Muraqabah itu ialah tidak melihat makhluk karena seseorang itu senantiasa sibuk melihat Sang Pencipta makhluk. Maksud musyahadah ialah memandang kecemerlangan nur yang diterima di dalam hati. Dan maksud muhasabah ialah tidak mengizinkan segala ahwal yang telah diperoleh, menjadi batu penghalang bagi mencapai maqam-maqam yang lebih tinggi.
5. Para ahlullah itu tidak pernah merasa kagum dengan amalan-amalan mereka. Mereka sentiasa beramal demi cinta kepadaNya.
6. Siapa yang mengambil daripada tangan kami, dan menuruti jejak langkah kami, dan mencintai kami, apakah dia itu dekat ataupun jauh, berada di Timur atau di Barat, maka akan kami minumkan dia dari Sungai Kecintaan, dan akan kami berikan dia cahaya pada setiap hari.
7. Jalan kita ialah melalui pergaulan yang baik. Mengutamakan diri bisa mengakibatkan seseorang itu menjadi masyhur dan ini ada bahaya. Kebaikan terletak di dalam bersahabat. Siapa yang mengikuti jalan ini akan memperolehi banyak manfaat dan barakah melalui pertemuan-pertemuan yang ikhlash dan yang benar.


Muhammad Ibnu Abbad

Sufi Pensyarah Al-Hikam
Ibnu Abbad tidak dikelilingi oleh kisah-kisah legenda ajaib, seperti kebanyakan sufi yang lainnya... Kita mendapati dalam diri Ibnu Abbad sosok seorang sahabat yang
tenang tempat kita menaruh kepercayaan; seorang yang tidak membuat kita silau dengan berbagai gagasan agung atau membuat kita bingung dengan kecanggihan teosofis; seorang sahabat yang tidak memaksakan pikiran-pikirannya pada diri kita, tetapi justru menunggu sampai kita berangsur-angsur dapat memahami tanggung jawabnya yang tinggi atas kesejahteraan spiritual pembacanya. (Annemarie Schimmel)

Muhammad Ibnu Abbad (1332-1390) adalah seorang tokoh sufi Tarekat Syadziliyah terkemuka kelahiran Spanyol pada abad ke-14. Ia lahir pada tahun 1332 di Ronda, sebuah kota di puncak bukit di Spanyol, yang waktu itu berada di bawah kekuasaan Dinasti Mariniyah. Pada usia tujuh tahun ia sudah dapat menghafah al-Qur’an dan mulai mempelajari fiqih Madzhab Maliki. Pada tahun 1347, ia terpaksa hijrah ke Fez, Maroko, akibat tekanan dan penaklukan kembali orang-orang Kristen yang berhasil mengalahkan Sultan Mariniyah pada tahun 1340 dan membuat kehidupan kaum muslimin di Spanyol menjadi semakin sulit.

Di Fez, Ibnu Abbad kembali belajar fiqih Maliki dan teologi. Mentor termasyhur Ibnu Abbad di bidang fiqih adalah asy-Syarif at-Talimsani (w. 1369), seorang pemimpin kebangkitan kembali Malikisme. Sementara itu di bidang teologi, ia belajar teologi Asy’ariyah kepada al-Abili (w. 1356), dengan kajian kitab Al-Irsyad, karya al-Juwaini (w. 1086), salah seorang guru al-Ghazali. Di samping kedua pokok kajian tersebut, ia juga mempelajari himpunan hadits Nabi Shahih Muslim, karya Muslim al-Muwaththa’ dan karya Malik bin Anas. Karya yang disebut terakhir ini dipelajari dari al-Imrani, seorang faqih kenamaan yang disebut-sebut sangat tertarik pada tasawuf. Ibnu Abbad sendiri mengenal tasawuf lewat guru-guru fiqihnya yang juga mengajarkan tasawuf secara pribadi, dengan memakai karya-karya klasik al-Maliki, al-Ghazali dan Suhrawardi.

Situasi kota Fez yang sangat kacau akibat perebutan kekuasaan setelah meninggalnya Sultan Abu Inan pada tahun 1358, memaksa Ibnu Abbad untuk kembali meninggalkan kota ini menuju ke barat (Sale), sebuah kota di tepi laut Atlantik. Di sana ia berguru kepada Ibnu Asyir (1300-1362), seorang wali yang dikenal sebagai tokoh poros kebangkitan tasawuf di luar tarekat. Ia kemudian menjadi murid kesayangan dari Ibnu Asyir. Di bawah bimbingan Ibnu Asyir, Ibnu Abbad banyak mengetahui dan membaca tasawuf dari berbagai cabang tarekat serta gayanya, sampai pada akhirnya ia memutuskan menjadi anggota Tarekat Syadziliyah.

Setelah Ibnu Asyir meninggal, Ibnu Abbad meninggalkan Sale menuju Tangiries. Di sana ia berguru kepada seorang sufi yang tidak begitu dikenal, Abu Marwan Abul Malik. Setelah tinggal untuk bebrapa waktu, ia kembali ke Fez, dan di sana ia berkenalan dan bersahabat dengan Yahya as-Sarraj dan Abu Rabi Sulaiman al-Anfasi. Atas permintaan kedua sahabatnya ini ia menulis At-Tanbih yang diselesaikannya antara 1370-1372. Setelah itu Ibnu Abbad kembali ke Sale dan tinggal di sana sampai sekitar 1375. Kemudian, karena reputasi dan integritas pribadinya, serta kemasyhuran Tanbih-nya, Sultan Abu al-Abbas Ahmad lalu mengangkatnya sebagai imam dan khatib Masjid Qayrawiyin di Fez, institusi agama dan ilmu tertua yang paling bergengsi di Afrika Utara.

Sebagai khatib, Ibnu Abbad dalam menyampaikan khutbah-khutbahnya lebih memilih dan menyukai gaya didaktis (pengajaran) ketimbang nasihat atau peringatan. Ia dengan setia menunaikan tugas-tugasnya, meyakinkan jamaah dengan caranya yang halus dan membimbing mereka menuju kepada – yang disebutnya -- pusat kehidupan manusia, yakni ketulusan, kepastian, dan rasa syukur. Ia juga suka menggugah langsung hati nurani jamaah, lewat materi-materi dakwahnya yang selaras dengan kehidupan sehari-hari.

Yang menarik, Ibnu Abbad tidak memandang khutbah umum itu sebagai forum yang tepat untuk menyampaikan masalah-masalah tasawuf. Sebaliknya, ia membahas masalah tasawuf secara lebih mendalam melalui syarah kitab Al-Hikam karya Ibnu Atha’ illah dan dua koleksi surat-suratnya (keseluruhannya ada 45 buah surat) yang berhasil diedit oleh P. Nwya, seorang Jesuit asal Irak. Melalui dua karyanya inilah dapat memahami gambaran jiwa Ibnu Abbad dan metode bimbingan spiritualnya.



Al-Qusyairy

Nama lengkapnya adalah Abdul Karim al Qusyairy. Nasabnya, Abdul Karim bin Hawazin bin Abdul Malik bin Thalhah bin Muhammad. Panggilannya Abul Qasim, sedangkan gelarnya cukup banyak, antara lain yang bisa kita sebutkan:

1. An-Naisabury
Dihubungkan dengan Naisabur atau Syabur, sebuah kota di Khurasan, salah satu ibu kota terbesar Negara Islam pada abad pertengahan disamping Balkh, Harrat dan Marw. Kota di mana Umar Khayyam dan penyair sufi Fariduddin 'Atthaar lahir. Dan kota ini pernah mengalami kehancuran akibat perang dan bencana. Sementara di kota inilah hidup Maha Guru asy Syeikh al Qusyairy hingga akhir hayatnya.

2. Al-Qusyairy
Dalam kitab al Ansaab' disebutkan, al Qusyairy sebenarnya dihubungkan kepada Qusyair. Sementara dalam Taajul Arus disebutkan, bahwa Qusyair adalah marga dari suku Qahthaniyah yang menempati wilayah Hadhramaut. Sedangkan dalam Mu'jamu Qabailil 'Arab disebutkan, Qusyair adalah Ibnu Ka'b bin Rabi'ah bin Amir bin Sha'sha'ah bin Mu'awiyah bin Bakr bin Hawazin bin Manshur bin Ikrimah bin Qais bin Ailan. Mereka mempunyai beberapa cucu cicit. Keluarga besar Qusyairy ini bersemangat memasuki Islam, lantas mereka datang berbondong bondong ke Khurasan di zaman Umayah. Mereka pun ikut berperang ketika membuka wilayah Syam dan Irak. Di antara mata rantai keluarganya adalah para pemimpin di Khurasan dan Naisabur, namun ada juga yang memasuki wilayah Andalusia pada saat penyerangan di sana.

3. Al-Istiwaiy
Mereka yang datang ke Khurasan dari Astawa berasal dari Arab. Sebuah negeri besar di wilayah Naisabur, memiliki desa yang begitu banyak. Batas batasnya berhimpitan dengan batas wilayah Nasa. Dan dari kota itu pula para Ulama pernah lahir.

4. Asy-Syafi'y
Dihubungkan pada mazhab asy Syafi'y yang dilandaskan oleh Muhammad bin Idris bin Syafi'y (150 204 H./767 820 M.).

5. GelarKehormatan
Ia memiliki gelar gelar kehormatan, seperti: Al Imam, al Ustadz, asy Syeikh (Maha Guru), Zainul Islam, al jaa'mi bainas Syariah wal haqiqat (Pengintegrasi antara Syariat dan Hakikat), dan seterusnya.
Nama nama (gelar) ini diucapkan sebagai penghormatan atas kedudukannya yang tinggi dalam bidang ilmu pengetahuan di dunia islam dan dunia tasawuf

Nasab Ibundanya
Ustadz asy Syeikh mempunyai hubungan dari arah ibundanya pada as Sulamy. Sedangkan pamannya, Abu Uqail as Sulamy, salah seorang pemuka wilayah Astawa. Sementara nasab pada as Sulamy, terdapat beberapa pandangan. Pertama, as Sulamy adalah nasab pada Sulaim, yaitu kabilah Arab yang sangat terkenal. Nasabnya, Sulaim bin Manshur bin Ikrimah bin Khafdhah bin Qais bin Ailan bin Nashr. Kedua, as Salamy yang dihubungan pada Bani Salamah. Mereka adalah salah satu keluarga Anshar. Nisbat ini berbeda dengan kriterianya.

Kelahiran dan Wafatnya
Ketika ditanya tentang kelahirannya, al Qusyairy mengatakan, bahwa ia lahir di Astawa pada bulan Rablul Awal tahun 376 H. atau tahun 986 M. Syuja' al Hadzaly menandaskan, beliau wafat di Naisabur, pada pagi hari Ahad, tanggal 16 Rablul Akhir 465 H./l 073 M. Ketika itu usianya 87 tahun.
Ia dimakamkan di samping makam gurunya, Syeikh Abu Ali ad-Daqqaq ra, dan tak seorang pun berani memasuki kamar pustaka pribadinya dalam waktu beberapa tahun, sebagai penghormatan atas dirinya.

Kehidupan Al-Qusyairy

Masa Kecil
Kami tidak mengenal masa kecil al Ustadz asy Syeikh al Qusyairy, kecuali hanya sedikit. Namun, yang jelas, beliau lahir sebagai yatim. Ayahnya telah wafat ketika usianya masih kecil. Kemudian pendidikannya diserahkan padaAbul Qasim al Yamany, salah seorang sahabat dekat keluarga al Qusyairy. Pada al Yamany, ia belajar bahasa Arab dan Sastra.
Para penguasa negerinya sangat menekan beban pajak pada rakyatnya. Al Qusyairy sangat terpanggil atas penderitaan rakyatnya ketika itu. Karenanya, dirinya tertantang untuk pergi ke Naisabur, mempelajari ilmu hitung, agar bisa menjadi pegawai penarik pajak, sehingga kelak bisa meringankan beban pajak yang amat memberatkan rakyat.

Naisabur ketika itu merupakan ibu kota Khurasan. Seperti sebelumnya, kota ini merupakan pusat para Ulama dan memberikan peluang besar berbagai disiplin ilmu. Syeikh al Qusyairy sampal di Naisabur, dan di sanalah beliau mengenal Syeikh Abu Ali al-Hasan bin Ali an Naisabury, yang populer dengan panggilan ad-Daqqaq, seorang pemuka pada zamannya. Ketika mendengar ucapan ucapan ad-Daqqaq, al-Qusyairy sangat mengaguminya. Ad-Daqqaq sendiri telah berfirasat mengenai kecerdasan muridnya itu. Karena itu ad-Daqqaq mendorongnya untuk menekuni ilmu pengetahuan.
Akhirnya, al Qusyairy merevisi keinginan semula, dan cita cita sebagai pegawai pemerintahan hilang dari benaknya, memilih jalan Tharikat.


An-Nifary


Pengelana Sufi dari Iraq
Sufi besar ini lahir di Iraq. Ketinggiannya ilmunya melampaui Rumi dan al Hallaj. Ia adalah teoritikus sufi sekaligus sastrawan besar. Nama mistikus an-Nifary mungkin agak asing ditelinga kita.Tidak seperti al Bustami maupun al Hallaj, ia seakan kurang begitu terdengar. Padahal di mata ahli tasawuf pandangan-pandangan sufistiknya sangat berpengaruh. Para sufi sesudahnya banyak yang mengikuti jejak pria kelahiran Iraq ini.
Walau lirih, An-Nifary telah meninggalkan tapak-tapak yang tidak kalah penting dibanding al Hallaj maupun al Bustami.Bahkan dalam memaknai tasawuf an-Nifary dipandang lebih hati-hati dan tidak kontroversial. Meskipun sosoknya bisa dibilang agak sulit, tetapi dirinya menjadi tokoh panutan yang tiada banding.

Bernama lengkap Muhammad ibnu Abd Jabbar bin al Husain an-Nifary, dikenal tidak hanya sebagai seorang sufi saja. Dunia kesusastraan telah menempatkan dirinya dalam pada puncak kemasyhuran. Kehidupan tokoh ini sulit terlacak. Di duga ia dilahirkan di Basrah Iraq dengan tanggal dan tahun yang sulit ditemukan. Minimnya data disebabkan oleh pribadi an-Nifary. Sang sufi dikenal sebagai seorang yang suka menyendiri. Disamping itu kesehariannya lebih dikenal sebagai sosok pengelana.

Kesohor sebagai pengembara menjadikan pengamat sufisme Dr. Margareth Smith menjulukinya sebagai Guru Besar di Jalan Mistik Sifat itu membikin karya-karyanya jarang terlacak. Kalaupun sekarang ada, tak lebih dari jasa orientalis Inggris, Arthur John Arberry. Pengamat Islam ini berhasil menerjemahkan beberapa karyanya tahun 1934. Meski demikian tidak banyak karya-karyanya yang terlacak. Pengembaraan menjadi salah satu cirinya. Karya-karyanya juga penuh dengan perjalanan spiritual yang mengagumkan. Tidak kalah jauhnya dengan pengembaraannya di dunia nyata. Tahap demi tahap dilakukannya sampai pada puncak yang paling tinggi.

Itulah salah satu kalimat dari beberapa karya an-Nifary. Tokoh ini terasa unik. Berbeda dengan sufi lainnya, dalam diri an-Nifary ada dua kelebihan. Di dunia sastra sufi, an-Nifary sama seperti ar Rumi maupun maupun al Aththar. Dibanding dengan keduanya, karya an-Nifary lebih mendalam. Pertama, ia seorang sastrawan sufis. Kedua, ia seorang teoritikus mistik.

Pengalaman spiritual dibingkai dalam bahasa sastra yang tinggi dan elok. Tidak dapat dipungkiri, nama an Niffrari berderet diantara sufi-sufi agung dan sastrawan sepanjang zaman. Bait-bait puisinya tidak pernah luput dari pemaknaan tentang Tuhan. Seperti puisinya tentang penyerahan kepada Allah berikut ini:

Ilmu adalah huruf yang tak terungkap kecuali oleh perbuatan. Dan perbuatan adalah huruf yang tak terungkap kecuali oleh keikhlasan. Dan keikhlasan adalah huruf yang tak terungkap kecuali oleh kesabaran. Dan kesabaran adalah huruf yang tak terungkap oleh penyerahan
Karya-karya an-Nifary
Terlepas dari itu semua, pemikiran tasawuf dengan sangat memukau. Tasawuf di kaji secara mendalam dengan argumentasi yang cerdas. Sufisme menjadi bahasa spiritual sekaligus ilmu pengetahuan. Melalui simbol-simbol tampak sekali perjalanan dan konsepnya tentang tasawuf. Meski dengan hati- hati, ia mampu menerjemahkannya dalam sebuah pola berfikir yang jitu.

Ada sebuah karyanya yang penting dan dapat dinikmati sampai sekarang. Kitab berjudul al Mawafiq wal Mukhthabat ( Posisi-Posisi dan Percakapan-Percakapan). Diakui banyak pengamat, karyanya ini sarat dengan simbol. Hasilnya bahasa-bahasa kiasan itu sering menimbulkan kontroversi. Dimungkinkan kalau tidak hati-hati akan menimbulkan pemaknaan yang salah.

Selanjutnya karya ini menjadi dua bagian penting. Namun keduanya tidak dapat dipisahkan satu sama lainnya. Ada sebuah cerita menarik tentang karyanya ini. Menurut pendapat satu-satunya pemberi syarah karya an-Nifary, Afifuddin at-Tilmisani bahwa ia tidak menulis sendiri karyanya. An-Nifary hanya mendiktekan ide dan pengalaman spiritualnya pada sang anak. Atau ia hanya menulis dalam potongan-potongan kertas dan kemudian disusun kembali oleh putranya itu. Dimungkinkan kalau karyanya ditulis dan disusun sendiri akan lebih sempurna dan indah.

Uwais Al-Qarani

Meraup Hikmah Sang Nafas ar-Rahmandari dari Yaman
Nama Uwais al-Qarani memainkan peranan penting dalam biografi mistikal nabi. “Sesungguhnya aku merasakan nafas ar-Rahman, nafas dari Yang Maha Pengasih, mengalir
kepadaku dari Yaman!” Demikian sabda Nabi SAW tentang diri Uwais, yang kemudian dalam tradisi tasawuf menjadi contoh bagi mereka yang memasuki tasawuf tanpa dituntun oleh sang guru yang hidup. Para sufi yang mengaku dirinya telah menempuh jalan tanpa pemba’iatan formal kemudian disebut dengan istilah Uwaisi. Mereka ini dibimbing langsung oleh Allah di jalan tasawuf, atau telah ditasbihkan oleh wali nabi yang misterius, Khidhir.

Uwais yang bernama lengkap Uwais bin Amir al-Qarani berasal dari Qaran, sebuah desa terpencil di dekat Nejed. Tidak diketahui kapan beliau dilahirkan. Ia kilahirkan oleh keluarga yang taat beribadah. Ia tidak pernah mengenyam pendidikan kecuali dari kedua orang tuanya yang sangat ditaatinya. Untuk membantu meringankan beban orang tuanya, ia bekerja sebagai penggembala dan pemelihara ternak upahan. Dalam kehidupan kesehariannya ia lebih banyak menyendiri dan bergaul hanya dengan sesama penggembala di sekitarnya. Oleh karenanya, ia tidak dikenal oleh kebanyakan orang disekitarnya, kecuali para tuan pemilik ternak dan sesamanya, para penggembala.

Hidupnya amat sangat sederhana. Pakaian yang dimiliki hanya yang melekat di tubuhnya. Setiap harinya ia lalui dengan berlapar-lapar ria. Ia hanya makan buah kurma dan minum air putih, dan tidak pernah memakan makan yang dimasak atau diolah. Oleh karenanya, ia merasakan betul derita orang-orang kecil disekitarnya. Tidak cukup dengan empatinya yang sedemikian, rasa takutnya kepada Allah mendorongnya untuk selalu berdoa kedapa Allah : “Ya Allah, janganlah Engkau menyiksaku, karena ada yang mati karena kelaparan, dan jangan Engaku menyiksaku karena ada yang kedinginan.”

Ketaatan dan kecintaannya kepada Allah, juga termanifestasi dalam kecintaannya dan ketaatannya kepada Rasulullah dan kepada kedua orang tuanya, sangat luar biasa. Di siang hari, ia bekerja keras, dan dimalam hari, ia asik bermunajat kepada Allah swt. Hati dan lisannya tidak pernah lengah dari berdzikir dan bacaan ayat-ayat suci al-Qur’an, meskipun ia sedang bekerja. Ala kulli hal, ia selalu berada bersama Tuhan, dalam pengabdian kepada-Nya.


Sufi Agung Al-Hallaj

Antara Drama Ilahi dan Tragedi Penyingkapan Rahasia
Abad ketiga hijriyah merupakan abad yang paling monumental dalam sejarah teologi dan tasawuf. Lantaran, pada abad itu cahaya Sufi benar-benar bersinar terang. Para Sufi seperti Sari as-Saqathy, Al-Harits al-Muhasiby, Ma’ruf al-Karkhy, Abul Qasim al-Junaid al-Baghdady, Sahl bin Abdullah at-Tustary, Ibrahim al-Khawwash, Al-Husain bin Manshur al-Hallaj, Abu Bakr asy-Syibly dan ratusan Sufi lainya.

Di tengah pergolakan intelektual, filsafat, politik dan peradaban Islam ketika itu, tiba-tiba muncul sosok agung yang dinilai sangat kontroversial oleh kalangan fuqaha’, politisi dan kalangan Islam formal ketika itu. Bahkan sebagian kaum Sufi pun ada yang kontra. Yaitu sosok Al-Husain bin Mansur Al-Hallaj. Sosok yang kelak berpengaruh dalam peradaban teosofia Islam, sekaligus menjadi watak misterius dalam sejarah Tasawuf Islam.

Nama lengkapnya adalah al-Husain bin Mansur, populer dipanggil dengan Abul Mughits, berasal dari penduduk Baidha’ Persia, lalu berkembang dewasa di Wasith dan Irak. Menurut catatan As-Sulamy, Al-Hallaj pernah berguru pada Al-Junaid al-Baghdady, Abul Husain an-Nury, Amr al-Makky, Abu Bakr al-Fuwathy dan guru-guru lainnya. Walau pun ia ditolak oleh sejumlah Sufi, namun ia diterima oleh para Sufi besar lainnya seperti Abul Abbad bin Atha’, Abu Abdullah Muhammad Khafif, Abul Qasim Al-Junaid, Ibrahim Nashru Abadzy. Mereka memuji dan membenarkan Al-Hallaj, bahkan mereka banyak mengisahkan dan memasukkannya sebagai golongan ahli hakikat. Bahkan Muhammad bin Khafif berkomentar, “Al-Husain bin Manshur adalah seorang a’lim Rabbany.”

Pada akhir hayatnya yang dramatis, Al-Hallaj dibunuh oleh penguasa dzalim ketika itu, di dekat gerbang Ath-Thaq, pada hari Selasa di bulan Dzul Qa’dah tahun 309 H.

Kelak pada perkembangannya, teori-teori Tasawuf yang diungkapkan oleh Al-Hallaj, berkembang lebih jauh, seperti yang dilakukan oleh Ibnu Araby, Al-Jiily, Ibnu Athaillah as-Sakandary, bahkan gurunya sendiri Al-Junaid punya Risalah (semacam Surat-surat Sufi) yang pandangan utuhnya sangat mirip dengan Al-Hallaj. Sayang Risalah tersebut tidak terpublikasi luas, sehingga, misalnya mazhab Sufi Al-Junaid tidak difahami secara komprehensif pula. Menurut Prof Dr. KH Said Aqiel Sirraj, “Kalau orang membaca Rasailul Junaid, pasti orang akan faham tentang pandangan Al-Hallaj.”

Pandangan Al-Hallaj banyak dikafirkan oleh para Fuqaha’ yang biasanya hanya bicara soal halal dan haram. Sementara beberapa kalangan juga menilai, kesalahan Al-Hallaj, karena ia telah membuka rahasia Tuhan, yang seharusnya ditutupi. Kalimatnya yang sangat terkenal hingga saat ini, adalah “Ana al-Haq”, yang berarti, “Akulah Allah”.

Tentu, pandangan demikian menjadi heboh. Apalagi jika ungkapan tersebut dipahami secara sepintas belaka, atau bahkan tidak dipahami sama sekali.

Para teolog, khususnya Ibnu Taymiyah tentu mengkafirkan Al-Hallaj, dan termasuk juga mengkafirkan Ibnu Araby, dengan tuduhan keduanya adalah penganut Wahdatul Wujud atau pantheisme.

Padahal dalam seluruh pandangan Al-Hallaj tak satu pun kata atau kalimat yang menggunakan Wahdatul Wujud (kesatuan wujud antara hamba dengan Khaliq). Wahdatul Wujud atau yang disebut pantheisme hanyalah penafsiran keliru secara filosufis atas wacana-wacana Al-Hallaj. Bahkan yang lebih benar adalah Wahdatusy Syuhud (Kesatuan Penyaksian). Sebab yang manunggal itu adalah penyaksiannya, bukan DzatNya dengan dzat makhluk.Para pengkritik yang kontra Al-Hallaj, menurut Kiai Abdul Ghafur, Sufi kontemporer dewasa ini, melihat hakikat hanya dari luar saja. Sedangkan Al-Hallaj melihatnya dari dalam.


Abdullah Al-Haddad

Penulis Ratib Haddad, Abdullah Al-Haddad Berguru Pada 100 Ulama
ABDULLAH AL-HADDAD, penulis Ratib Alhaddad ini sudah akrab di telinga masyarakat Islam Indonesia, Malaysia, India, Pakistan dan negara-negara Islam di Timur Tengah. Karena Ratib-urutan (wirid, zikir)-nya yang ditulis sekitar empat abad yang lalu, sudah diamalkan oleh masyarakat Islam, baik pengikut paham Sunni maupun Syiah. Maklum, selain cerdas, dalam ilmu keislamannya, ia ternyata juga memiliki garis keturunan sampai kepada Sayyidina Ali bin Abi Thalib dan Fatimah putri Rasulullah SAW.

Nama lengkapknya adalah Al-Imam al-Sayid Abdullah bin Alwi bin Muhammad al-Haddad dilahirkan di pinggiran kota Tarim, sebuah kota bagian dari Hadramaut, Yaman Selatan, pada malam Senin tanggal 5 Shafar 1044H/1636 M.. Ia belajar pendidikan agama ke orang tuanya kemudian ke beberapa guru dengan pelajaran Al-Quran dan ilmu-ilmu dasar keislaman lainnya. Setelah ia hafal Al-Quran dan ilmu-ilmu dasar keislaman tersebut ia kemudian melanjutkan pelajaran kepada ilmu-ilmu keislaman yang lebih tinggi dengan amat rajin, cerdas, dan berbakat.

Alhaddad mengembara dari Hadramaut ke kota lainnya di Yaman dengan berpindah-pindah tempat sampai ke Mekkah dan Madinah. Selain rajin belajar, ia juga senang beribadah, setiap hari berkeliling kota Tarim untuk bersembahyang dalam setiap masjid yang ditemuinya. Dalam menuntut ilmu keislaman tersebut ia telah berguru ke lebih seratus ulama. Di antaranya Sayid bin Abdurrahman bin Muhammad bin Akil al-Saqqaf, tokoh sufi mazhab Malamatiyah, dan daripadanya Alhaddad mendapat ijazah/khirqah kesucian. Gurunya yang lain adalah Sayid Abu Bakar bin Abdurrahman bin Syihabuddin dan Sayid Umar bin Abdurrahman al-Attas, tokoh yang terkenal dalam ilmu tarekat. Dari guru-gurunya itulah ia banyak berpengaruh hingga menekuni tasawwuf sampai ia menyusun Ratib Haddadiyah (wirid-wirid perisai diri, keluarga dan harta) yang terkenal itu.

Dan dari guru-gurunya tersebut dengan kajiannnya yang mendalam di berbagai ilmu keislaman sampai Al-Haddad benar-benar menjadi orang yang alim; menguasai seluk-beluk syariat dan hakikat, memliki spiritualitas yang tinggi dalam tasawuf hingga memperoleh tingkat qutub/ghaust, yaitu seorang dai yang menyampaikan ajaran-ajaran Islam dengan sangat mengesankan dan sebagai seorang penulis yang produktif yang karya-karyanya tetap dipelajari orang sampai sekarang ini.

Karya Tulis Alhaddad :
Sayid Abdullah al-Haddad wafat dalam usia 88 tahun pada hari Selasa, 7 Dzulqa’dah 1132 H/1724 M di Tarim. Ia meninggalkan karya tulis antara lain: Al-Nasaih al-Diniyah, Sabil al-Iddikar Wa al-‘I’tibar Bima Yamurru Bi al-Insan Wa-yangkadhi lahu min al-A’mar, Al-Da’wat al-Ittihaf al-Sail, Al-Fushul al-Ilmiyah Wa Ushul al-Hikmiyah, Risalat al-Muzakarah, Risalat al-Mu’awanah Wa al-Muzaharah Wa al-Muwazarah Li al-Raghibin min al-Mu’minin fi Suluk al-Thariq al-Akhirah, Risalat al-Murid, dan Kitab al-Majmu’.